Categories
Travelling

Jelajah Goa Sampai Ke Pangandaran

Saya baru tahu ternyata Pangandaran mempunyai beberapa goa setelah Pak Iyus mengajak untuk menjelajahinya. Pengalaman memasuki goa bukan yang pertama, namun masuk ke goa menjadi pengalaman menakjubkan bagi saya. Sebelumnya saya pernah memasuki goa di pedalaman Tasikmalaya. Goa itu tidak dikelola menjadi tempat wisata, bahkan jalan menuju kesana tidak ada, kami membuat jalan sendiri. Jadi aroma goa yang pernah saya datangi dulu seperti mencuat kembali disela rongga-rongga tenggorokanku.

Kami mulai beranjak ketika tanda-tanda hujan mulai mereda. Namun beberapa langkah memasuki hutan, hujan mengguyur bumi lagi, secepat kilat kami berlari kembali ke pondokan untuk berteduh, tapi tetap saja basah sudah menguasai sekujur tubuh. Dengan sedikit menggigil kami mengunyah gorengan yang masih hangat, lumayan untuk menghangatkan tubuh.

Walau hujan masih rintik kami memutuskan untuk menembusnya. Kami bela-belain basah karena memang sudah terlanjur basah. Kami melangkah mengikuti Pak Iyus. Langkah awal menyusuri hutan itu, disebelah kiri terdapat sungai kecil berair tawar. Kata Pak Iyus air sungai ini berhulu dari mata air yang ada di Goa Rengganis.

Setibanya di depan mulut Goa Rengganis, saya terdiam sejenak. Ada aura mistis yang saya rasakan namun adem dan sejuk sekali. Dasar goa ini digenangi air tawar yang sejuk dan tenang. Goa dan mata air ini konon katanya berawal dari sebuah legenda petilasan Ibu Dewi Rengganis. Rakyat sekitar juga percaya bila membersihkan badan disini akan berkasiat dan awet muda. Pak Iyus juga mengatakan begitu, namun karena hujan dan basah kuyup kami tidak masuk ke dalam Goa.

Goa Rengganis
Goa Rengganis

Kami melanjutkan perjalanan ke Goa Keramat/Parat. Konon goa ini merupakan tempat bersemedinya para keluarga pangeran Mesir yaitu Syech Ahmad dan Syech Muhammad yang ditugaskan untuk mengajarkan agama islam di daerah ini. Kemudian   di depan goa dibuat dua petilasan untuk Syech Ahmad dan Syech Muhammad oleh penduduk yang menerima ajaran. Petilasan ini bukan kubur namun untuk mengenang kedua pangeran yang menghilang tanpa diketahui keberadaannya.

Hal yang unik di dalam goa ini terdapat stalaktit yang mirip seperti alat kelamin perempuan dan laki-laki. Mitosnya stalaktit ini manjur bagi yang sedang mencari jodoh, untuk lelaki pegang stalaktit yang berbentuk mirip alat kelamin perempuan dan demikian sebaliknya, perempuan pegang stalaktit yang berbentuk mirip alat kelamin laki-laki. Selain itu, ada juga stalaktit yang berbentuk paha ayam dan batu yang berkilat-kilat ketika sinar handphone saya sorotkan. Unik sekali sekaligus indah, seperti permata yang berkilat-kilat.

Mulut Goa Keramat/Parat
Mulut Goa Keramat/Parat

Goa ini lumayan panjang dan tembus ke mulut goa yang lain. Saya memang tidak bisa menunjukkan foto dari bentuk stalaktit di dalam goa ini, karena goa ini sangat gelap dan kemampuan kamera saya yang terbatas ( hehe..). Karena tidak ada persiapan memasuki goa yang gelap, cahaya dari handphone satu-satunya menjadi penerang bagi jalan kami di gelapnya goa ini. Yah, ini adalah kegelapan abadi.

Oiya, masih ada yang menarik mengenai Goa Keramat/Parat ini. Kami bisa melihat landak dipojokan goa yang gelap. Landak itu memang pemalu, dia bersembunyi dilubang kecil disudut goa. Selain itu ada kelelawar yang menggelantung dan sebagian beterbangan diatas kami. Goa Keramat/Parat ini merupakan gua yang terpanjang disekitar cagar alam ini. Yang lainnya hanya beberapa meter saja dan tidak sampai gelap sempurna seperti goa ini.

Setelah menyusuri goa ini kami keluar dari mulut goa yang satunya, di depan mulut goa ini terlihat dua berbentuk nisan, mungkin inilah yang dimaksud dengan petilasan itu. Kami melanjutkan penjelahan kami menapaki jalan kecil disela pepohonan.

Kami tiba di Goa Miring, kenapa dikatakan Goa Miring? Untuk memasuki goa ini, kita harus memiringkan badan kita karena celah memasuki goa ini sangat sempit. Kalau saya amati, goa ini seperti bongkahan batu raksasa yang terbelah dan membentuk celah yang sempit dan terbentuk ruang didalam pecahan batu itu. Goa ini kecil, jelas terlihat dari sempurat sinar matahari dari ujung goa yang tak lain dari mulut goa seberang sana. Goa ini dekat dengan pantai, hempasan ombak bisa terdengar samar dari sini. Hal yang unik yang kami temui di dalam goa ini adalah stalaktitnya yang berbentuk pocong. Di dinding goa juga kami melihat susunan batunya menyerupai tulang belakang manusia, bentuknya sangat mirip.

Goa Miring
Goa Miring

Setelah puas menelusuri setiap sudut Goa Miring, kami melipir ke Goa Lanang. Berjalan kaki mengitari hutan, beranjak dari satu goa ke goa yang lain memang agak menguras tenaga, apalagi kami berhujan ria. Pakaian di badan agak berat, tapi untunglah cuaca mulai membaik di tengah perjalanan. Untuk menuju goa ini, kami harus melewati beberapa anak tangga. Yaa… memang Goa ini agak berbeda dengan goa yang lain, posisi mulut goa vertikal, namun tidak terlalu dalam.

Setelah sampai dibawah dan menyelesaikan anak tangga terakhir, saya terkesiap dan takjub. Di depan saya terdapat mulut goa yang sangat besar dan luas. “Disini sering dijadikan lokasi syuting film laga,”kata Pak Iyus. Yaa.. memang terlihat beberapa bekas di goa ini menunjukkan sering terjadi beberapa aktivitas. Kami beristirahat sebentar di goa ini. Karena mulut goa vertikal maka sinar matahari sempurna masuk ke dalam goa. Suasana goa bersih dan sepertinya memang sering dibersihkan. Terdapat perapian juga di pojok sana. Kalau dipikir-pikir tempat ini cocok juga menjadi tempat berteduh sambil menyalakan perapian.

Goa ini dulu merupakan kerajaan Penanjung dengan rajanya bernama Prabu Anggalarang dan permaisurinya Dewi Rengganis. Prabu Anggalarang merupakan lelaki yang gagah dan sakti sehingga dijuluki “Sang Lanang” dan goa ini merupakan tempat tinggalnya sehingga disebut Goa Lanang. Goa Lanang ini menjadi keraton kerajaan Galuh pertama. Di goa ini ada batu gamelan yang bila ditabuh dengan tangan akan mengeluarkan nada seperti gamelan. Selain itu stalaktit indah terdapat di goa ini. dari stalaktit yang besar dan bertebaran di sekitar goa ini menunjukkan goa ini sudah berdiri tegak selama berabad-abad lalu.

Goa Lanang
Goa Lanang

Ada satu lagi goa yang akan kami masuki yaitu Goa Jepang. Perjalanan menanjak ternyata tidak gampang. Kami harus sangat hati-hati karena jalanan sangat licin habis diguyur hujan. Karena wilayah ini merupakan cagar alam, selama perjalanan menjelajah goa ini kita bisa menyaksikan monyet-monyet yang dengan bebas menggelantung di pepohonan. Dan yang menakjubkan lagi, ketika hampir sampai di Goa Jepang, kami bertemu dengan biawak dan rusa yang bersantai di sela-sela dedaunan. Mereka bergerak bebas tanpa merasa terusik. Diam-diam saya memotret mereka.

Rusa di Cagar Alam Pangandaran
Rusa di Cagar Alam Pangandaran

Goa Jepang dikawasan ini dibuat pada masa Perang Dunia Kedua (1941-1945) dengan menggunakan kerja paksa atau Romusha selama kurang lebih satu tahun. Keunikan dari goa ini adalah dibuat dibawah bukit kapur dengan dinding batu karang dan pintu goa berbentuk persegi empat. Pada bagian akhir goa ini terdapat tangga yang berakhir dengan lubang kecil sebagai tempat untuk berlindung. Secara sepintas memang lubang goa ini tidak terlihat.

Goa Jepang
Goa Jepang

Penyusuran Goa berakhir ketika kami melewati Batu Kalde. Batu ini merupakan situs peninggalan sejarah pada masa kerajaan Galuh. Namun sayangnya, bebatuan peninggalan sejarah ini kurang terawat dengan baik dan terserak. Di sisi yang lain terlihat beberapa makam tanpa nisan. Menurut saya, mungkin berapa dekade silam terdapat peradaban penting di daerah ini, namun sejarah yang mahal ini masih kurang terawat dan kurang perhatian.