Categories
Lomba Travelling

Mengenal Indonesia Lebih Dekat

Mengikuti perkembangan zaman Jakarta kini berubah menjadi kota metropolitan. Selera masyarakat untuk menikmati liburan juga berkembang. Hal ini terlihat dari banyaknya tempat menghabiskan waktu libur di berbagai tempat di Jakarta.

Walaupun demikian, suasana kekeluargaan dan mengenal Indonesia lebih dekat tak ada yang menggantikan Taman Mini Indonesia Indah(TMII). TMII masih menjadi pilihan terbaik bagi banyak masyarakat yang menginginkan wisata santai penuh suasana kekeluargaan dan tak terlepas dari wisata yang kaya akan manfaat. Wisata di TMII masih belum tergantikan untuk memuaskan keinginan para pengunjung terlebih orang tua yang menginginkan anaknya menikmati wisata sekaligus mengedukasi anak untuk mengenal keragaman Indonesia yang kaya akan budaya dan adat istiadat.

Tidak hanya yang sudah berkeluarga saja yang berkunjung ke TMII membawa rombongan keluarganya. Banyak anak muda yang juga sangat menikmati suasana asri di sekitar TMII. Tidak hanya melihat-lihat, banyak kegiatan yang atraktif bisa dilakukan di TMII sehingga memberikan keceriaan yang lebih di TMII.

TMII sangat dekat dengan rumah saya, sehingga tidak terlalu menyulitkan saya untuk sering-sering berkunjung ke situ. TMII telah menjadi ikon wisata Jakarta sejak dulu. Saya ingat waktu kecil di kampung, setiap kali ada keluarga atau teman yang baru pulang dari Jakarta, mereka dengan bangga menceritakan pengalaman mereka berwisata ke TMII. Dan kini, saya juga merasakan hal yang sama. Rasa bangga menginjakkan kaki di TMII.

Decak kagum masih tersirat dalam senyuman saya kala melihat bentangan alam Indonesia diisi oleh beraneka ragam budaya dan ditunjukkan dalam sebuah taman. Dulu saya pikir, disebut taman mini karena rumah-rumah adat setiap suku bangsa yang mendiami Indonesia dibuat kecil-kecil sehingga kita hanya melihat miniaturnya saja, Eh ternyata ukuran rumah adatnya memang sesuai dengan aslinya, haha.. dan lebih menariknya lagi kita bisa masuk ke dalam dan benar-benar bisa merasakan kalau kita memasuki rumah adat asli.

Berwisata ke TMII murah meriah tapi mengandung segudang wawasan nusantara. Biasanya saya ke TMII bersama teman. Hal mengasikkan untuk mengelilingi TMII yang luas adalah dengan menggunakan sepeda. Disini telah tersedia sepeda yang bisa disewa oleh pengunjung. Kalau tidak mau capek-capek menggowes sepeda, ada juga penyewaan sepeda motor atau mobil keliling. Tapi mengingat darah muda yang mengalir di dalam diri kami maka kami akhirnya memilih sepeda, hehee…

Dengan menggunakan sepeda, kami berkeliling menyambangi satu per satu replika rumah adat yang tersusun rapi membentang disepanjang taman wisata itu. Selain anjungan rumah adat, ada juga 7 tempat ibadah yang diakui oleh negara berdiri kokoh di area ini. Rumah ibadah ini juga dapat digunakan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah. Suatu harmonisasi yang lengkap melihat beragam aktivitas yang bisa dilakukan di TMII.

Setiap anjungan rumah adat dapat juga digunakan untuk melangsungkan sebuah acara terutama acara-acara kebudayaan. Seperti ketika kami melewati rumah adat Bali, disitu sedang berlangsung sebuah pesta pernikahan bergaya adat Bali. Di anjungan yang lain, saya melihat banyak anak-anak yang asik berlatih menari. Saya dan teman-teman sempat memarkirkan sepeda sejenak dan menikmati tarian indah mereka.

Tidak puas hanya berkeliling dengan sepeda, saya ingin melihat lebih jelas indahnya Indonesia yang ditampilkan TMII. Saya dan teman akhirnya sepakat untuk menaiki kereta gantung. Kereta gantung dibandrol 30 ribu Rupiah per orang. Satu kereta gantung mampu menampung sampai 4 orang.

Sesaat setelah menutup pintu kereta gantung, kereta melaju dan saya benar-benar menikmati Indonesia dari atas kereta gantung. Dari atas saya bisa melihat dengan jelas ke danau yang menampilkan miniatur pulau-pulau di Indonesia yang membentang dari Aceh sampai Merauke. Sungguh unik memang danau itu dan saya semakin bangga dan disadarkan betapa saya harus bersyukur lahir di Indonesia yang kaya akan alam dan budaya.

Dari kereta gantung, saya juga dapat melihat deretan anjungan rumah adat, suatu cara yang menakjubkan memang melihat pemandangan sepanjang taman dari udara, seperti melihat Indonesia dalam sekejab mata. Rasanya beberapa menit mengitari TMII dengan menggunakan kereta gantung terasa kurang dan ingin lagi. Namun karena ukuran dompet tidak memungkinkan terpaksa saya menggowes sepeda lagi untuk menikmati udara segar di TMII.

Ada satu tempat yang menarik perhatian saya ketika melintas dengan sepeda. Sebuah tempat seperti cangkang kerang raksasa yang ternyata sebuah taman kaktus. Di dalamnya terdapat banyak kaktus dari berbagai jenis. Tempatnya sangat unik dan cantik.

Sebenarnya TMII tidak hanya rumah adat dan tempat ibadah. Tetapi karena saya lebih tertarik dengan budaya yang tergambar dari rumah adat berbagai daerah, maka saya lebih banyak melihat-lihat keragaman rumah adat di TMII. Sebenarnya masih banyak tempat-tempat yang tidak kalah menarik seperti taman-taman untuk flora dan fauna, istana boneka, gedung teaterdan museum.

Beriwisata ke TMII menjadi pilihan yang bagus bagi kita yang ingin bersantai dengan keluarga atau teman. Akses masuk ke TMII juga sangat mudah dan terdapat beberapa pintu masuk. Tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam, kita sudah bisa keliling Indonesia di TMII.

Hanya saja, sedikit repot juga bagi pengunjung yang tidak membawa kenderaan untuk lebih menikmati setiap sudut TMII seperti saya. Ketika melewati pintu masuk utama, saya melintas lewat jalur pejalan kaki yang sudah disediakan, namun tidak ada yang berjaga di loket tiket di jalur pejalan kaki. Terpaksa saya menyeberang ke arah penjaga loket untuk kendaraan. Mungkin saat itu hanya kebetulan saja.

Oiya, untuk mobil keliling yang menjadi transportasi untuk mengelilingi TMII. Saya sebenarnya sangat berharap mobil keliling tidak memberikan tarif alias diberikan gratis kepada para penumpang yang hendak berhenti di setiap anjungan. Dengan begitu, TMII tidak terlihat terlalu komersial dan memberikan sebuah pelayanan yang optimal bagi para pengunjung.

TMII kini telah menginjak ulang tahun ke-39. Puluhan tahun TMII tak lekang oleh waktu. TMII masih menjadi primadona wisata di Jakarta. Di usia yang semakin matang, TMII semakin berbenah untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat Indonesia. TMII sebagai pelestari budaya bangsa semakin mempertajam perannya untuk memberikan edukasi nusantara bagi generasi bangsa. Selamat ulang tahun TMII.

Categories
Lomba Travelling

Kepulauan Seribu, Keindahan Di Ujung Jakarta

Berwisata ke Jakarta??

Mungkin tidak terpikir dibenak banyak orang untuk menghabiskan waktu liburan yang indah di seputaran DKI Jakarta. Yang ada, orang berbondong-bondong keluar dari daerah Jakarta menjauhi penat dikala waktu liburan tiba. Tapi tidakkah terpikir bahwa DKI Jakarta masih memiliki surga tersembunyi di sudut-sudutnya dan jauh dari hiruk pikuk Jakarta yang notabene-nya adalah kota metropolitan yang penuh sesak dan penat. Citra Jakarta tercoreng karena macet sepanjang usia, banjir yang rajin datang tak diundang, kawasan kumuh berjejer di bantaran sungai dan persis di samping gedung pencakar langit yang menjulang.

Sungguh ironis memang, tapi jangan pernah kecewa dengan ibukota ini, DKI Jakarta masih banyak potensi indah tak kalah dengan daerah-daerah lain. Di sudut utara DKI Jakarta, tersebar gugusan pulau-pulau kecil yang jumlahnya ratusan yang akhirnya disebut sebagai Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu masih berada di wilayah DKI Jakarta, tepatnya berada di diujung teluk Jakarta. Kepulauan Seribu menjadi salah satu Kabupaten Administrasi di DKI Jakarta.

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mempunyai jumlah penduduk sebanyak lebih kurang 20.000 jiwa yang tersebar di sebelas pulau-pulau kecil berpenghuni. Kesebelas pulau tersebut di antaranya Pulau Untung Jawa, Pulau Pari, Pulau Lancang, Pulau Tidung Besar, Pulau Tidung Kecil, Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, dan Pulau Sebira. Selain pulau-pulau berpenghuni, terdapat pula beberapa pulau yang dijadikan sebagai pulau wisata, seperti Pulau Bidadari, Pulau Onrust, Pulau Kotok Besar, Pulau Puteri, Pulau Matahari, Pulau Sepa, dan sebagainya. (http://id.wikipedia.org/)

Di wilayah kabupaten ini terdapat pula sebuah zona konservasi berupa taman nasional laut bernama Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKS). Sebagai daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan di dalamnya juga terdapat zona konservasi, maka tidaklah mengherankan bilamana pengembangan wilayah kabupaten ini lebih ditekankan pada pengembangan budidaya laut dan pariwisata. Dua sektor ini diharapkan menjadi prime-mover pembangunan masyarakat dan wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (http://id.wikipedia.org/)

Saat itu, saya bersama teman-teman memutuskan melewati weekend bersama di Kepulauan Seribu dan kami menginap di Pulau Tidung. Perjalanan ke Pulau Tidung mulai dari Muara Angke. Muara Angke merupakan pelabuhan nelayan dan juga terdapat kapal penumpang yang menghubungkan daratan Jakarta dengan Kepulauan Seribu. Berdekatan dengan dermaga Muara Angke terdapat pasar tradisional tempat dimana para nelayan menjual hasil tangkapannya. Ikan-ikan yang dijual di pasar ini masih sangat segar dan banyak sekali jumlahnya.

Pasar ini yang menjadikan akses menuju dermaga Muara Angke agak tersendat, kemacetan yang luar biasa apalagi saat weekend seperti ini banyak sekali wisatawan berkumpul di Muara Angke untuk berangkat menuju Kepulauan Seribu. Pasar juga menyebabkan jalanan yang kurang terawat dan bila hujan akan menyebabkan air tergenang dimana-mana dan becek. Sampai-sampai salah satu teman saya tercebur ke sekolan karena sudah tidak bisa membedakan mana selokan dan jalan, semua sudah menjadi satu dan rata. Pasar ini juga menyebabkan bau amis yang membahana kesetiap ruang udara yang terhirup hidung. Karena akses menuju dermaga sangat macet dan tidak mau ketinggalan kapal untuk menyeberang ke Kepulauan Seribu, maka kami memutuskan jalan kaki dari lokasi macet total itu. Berbaris-baris langkah kami ayunkan menembus kemacetan. Tidak hanya kami, rombongan lain juga ternyata begitu. Sungguh perjuangan sekali menuju dermaga Muara Angke.

Setelah melewati pasar yang sumpek dan berbau amis akhirnya terlihat dikejauhan sekumpulan orang yang sudah berkumpul dan membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan rombongannya. Saatnya berangkat, tanda kapal sudah mau berangkat dibunyikan. Kami tak berlama-lama berhenti di tepi dermaga. Berebut lapak di kapal ekonomi itu juga ternyata sangat penting dan menentukan kenyamanan selama menikmati ayunan ombak menuju Kepulauan Seribu.

Tak bisa disesalkan memang, kami dapat lapak untuk duduk lesehan tepat disamping mesin dibelakang kapal . Kapal akan segera berangkat dan mesin dinyalakan. Tak disangka bunyi mesin ini lama-lama sangat memekakkan telinga dan menjadikan sekitarnya agak panas. Kapal tetap melaju meninggalkan dermaga. Saya masih belum menggubris bunyi mesin yang memekakkan itu, saya memandangi keluar kapal, melihat sekitar dermaga sebelum tertinggal jauh. Kondisi dermaga yang agak awut-awutan tidak mengurangi wisatawan yang berhasrat menikmati indahnya alam Kepulauan Seribu.

Air laut di tepi dermaga coklat kehitaman dan pekat. Kapal-kapal nelayan yang besar berjejer di tepi dermaga, para nelayan mengangkut hasil tangkapannya untuk ditimbang dan dipasarkan. Bau amis masih merajalela. Mungkin para warga nelayan ini sudah tidak merasakan bau yang menyengat ini, sudah terbiasa dan inilah salah satu bagian hidup mereka.

Kapal bergerak semakin menjauhi dermaga, setengah jam berlalu dengan alunan angin sepoi yang tak mampu menyirnakan suara mesin yang bising. Kesabaran tak dapat terbendung, suara mesin ini sangat mengganggu dan saya bersama teman nekad mau ke depan kapal melewati tubuh-tubuh yang bergelimpangan terlelap seiring hembusan angin laut yang menghipnotis. Akhirnya kami mendapatkan posisi yang nyaman diujung kapal.

Pulau seribu memang benar-benar bertebaran, kami mulai menerka pulau mana yang akan menjadi tempat kami mendarat setiap beberapa pulau mulai mendekat dan terlewati. Bagi para wisatawan tentunya agak susah untuk menerka nama-nama pulau yang sudah terlewati itu, semua tampak sama.. hahaa.. Semakin berada di lingkup Kepulauan Seribu, birunya laut semakin menampakkan diri, hal ini tentu jauh berbeda dengan wajah dermaga Muara Angke yang hitam pekat itu. Hasrat untuk menyebur semakin membuncah, tak sabar menyapa biota laut Kepulauan Seribu.

Kami tiba di dermaga Tidung disambut guide asli warga tidung. Dia mendampingi kami sampai ke penginapan dan memberikan arahan mengenai itinerary selama di Kepulauan Seribu. Tak lama kami bersiap langsung berangkat untuk menuju spot yang bagus untuk snorkeling. Kami menggunakan kapal nelayan yang kecil yang muatannya sekitar 15 orang dengan tiga orang awak kapal. Mereka asli warga Kepulauan Seribu. Perjalanan menuju pulau tempat snorkeling yang bagus memakan waktu sekitar hampir satu jam perjalanan.

Selama perjalanan, selain bersenda gurau saya mendekati para awak kapal yang tampaknya masih malu-malu bergabung bersama kami untuk saling menyapa. Saya memulai pembicaraan yang kemudiaan suasana perbincangan mulai hangat, teman yang lain akhirnya ikut menimpali percakapan kami. Sudah tidak ada pemisah antara tamu wisatawan dan pekerja awak kapal. Si bapak asyik bercerita mengenai tanah kelahirannya itu. Terlihat jelas kebanggaannya terhadap Kepulauan Seribu. Dalam ceritanya dia juga turut serta untuk tetap menjaga kelestarian alam Kepulauan Seribu. “Alam ini adalah hidup kami, jadi kami harus terus menjaga keutuhan hidup kami”, katanya.

Spot pertama sudah didepan mata, kapal berhenti dan kami bersiap memakai perlengkapan snorkeling dan byuuurr… satu persatu melompat ke laut jernih itu. Laut jernih itu mempertontonkan terumbu karang yang indah yang semakin menarik kami untuk segera menceburkan diri dan menyapa terumbu dengan segala ikan yang berenang bebas itu.

Kepulauan Seribu yang hanya beberapa kilometer jaraknya dari hiruk pikuk kota metropolitan Jakarta, ternyata masih mengandung alam yang asri terutama alam bawah lautnya. Terumbu karang tumbuh subur disini, tak terusik dan bebas bermain dengan ikan-ikan kecil yang lalu lalang. Bahkan terumbu karang ini sangat dekat dengan permukaan laut sampai di beberapa titik saya terkena goresan terumbu yang mencuat tipis di permukaan laut. Sungguh alam Kepulauan Seribu masih menjadi surga lautan dengan segala isinya. Tak heran para pencinta snorkeling dan diving masih memilih Kepulauan Seribu menjadi destinasinya.

Keindahan bawah laut Kepulauan Seribu ini semakin menarik saya untuk berhasrat sampai kedasarnya dan menyapa ikan-ikan yang berenang dalam dan malu-malu. Saya mengajak teman saya untuk mencoba free diving ke kedalaman laut itu, tapi kenapa tidak bisa, kami mencoba beberapa kali tapi kami masih tetap berada di permukaan laut. Setelah percobaan beberapa kali itu baru kami menyadari kalau kami masih mengenakan jaket pelampung, hahaha.. jadi mau seribu kalipun dicoba untuk membenamkan diri hingga ke dasar takkan bisa, kami hanya tertawa terpingkal akan tingkah yang konyol itu.

Tak cukup disitu saja, kapal melaju kembali, berpindah tempat mencari spot baru untuk bersnorkeling ria kembali. Tak lupa pula jempretan foto berkali-kali bahkan mungkin sampai ratusan pose sudah terekam dalam foto. Tak pernah bosan dan sungguh bahagianya hari itu. Spot baru sudah sampai dan menyebur kembali. Indah dan berdecak kagum akan keindahan alam ciptaan tuhan ini, dan alam indah ini tidak perlu jauh-jauh dari Jakarta untuk mendapatkannya. Keindahan alam ini masih dalam pelukan DKI Jakarta.

Sehari penuh bersnorkeling ria, kulit tersengat matahari tak masalah bagi kami, yang penting happy ^^

Kembali ke Pulau Tidung, membersihkan diri, istirahat sejenak dan menikmati pesona pulau ini. Malamnya sudah disediakan ikan barbeque di tepi pantai. Diiringi desiran ombak kami menyantap menu ikan bakar ini. Nikmat dengan ikan yang masih segar. Penerangan hanya mengandalkan lampu seadanya dengan sinar sang rembulan. Siluet daun kelapa melambai tampak di kejauhan di tepi pantai. Salah satu cara menikmati pulau ya menghabiskan malam ditepi pantai dengan obrolan seru. Malam semakin larut, kami kembali ke penginapan, kami harus istirahat untuk menjaga stamina untuk kegiatan esok harinya.

Suatu senja di Kepulauan Seribu
Suatu senja di Kepulauan Seribu

Malam telah lalu, hari berganti. Karena terlalu lelap tidur, kami ketinggalan menikmati sunrise..haha.. tidak apa-apa, kami menghibur diri. Kami naik sepeda menuju jembatan cinta. Jembatan ini menghubungkan Tidung Besar dan Tidung Kecil. Kami menyusuri jembatan ini menuju Tidung kecil. Setelah puas bermain di Tidung Kecil, kami kembali dan kembali ke penginapan.

Jembatan Cinta
Jembatan Cinta

Masih ada waktu menunggu siang untuk kembali ke dermaga Muara Angke, saya dan beberapa teman tak mau waktu terbuang begitu saja. Kami ambil sepeda dan mulai menggowesnya. Mulai kami susuri setiap sisi sepanjang Pulau Tidung. Sesekali kami bersinggungan dengan para pesepeda yang lain yang juga mengelilingi pulau ini.

Ternyata selama mengelilingi pulau dengan menyusuri garis pantai yang mengelilinginya, ada beberapa spot tersembunyi yang jauh dari keramaian namun spot itu tidak kalah indahnya. Ada beberapa saung yang disediakan disitu, entah itu milik pribadi atau umum, kami berhenti sejenak dan berleha di selasar saung itu. Pandangan ke laut lepas dengan warna gradasi biru, indah dan masih mengagumi ciptaan tuhan itu.

Kami kembali ke penginapan tepat waktu. Teman-teman lain sudah siap menenteng ransel masing-masing. Guide kami sudah menjemput dan kapal juga segera berangkat. Kami ke dermaga, ucapan terima kasih kepada guide dan selamat tinggal kepada alam indah Kepulauan Seribu. Mungkin kata yang tepat bukan selamat tinggal tapi sampai berjumpa kembali. Saya ingin kembali ke sana, alam indah ini tak cukup dinikmati sekali saja. Masih butuh waktu untuk menyusuri pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu yang mungkin jauh lebih indah lagi. Saya akan kembali.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog kerjasama DKI Jakarta dengan VIVA.co.id

enjoy jakartavivalog