Categories
Travelling

[Part II] Pulau Harapan, Berlari Bersama Mentari

Setelah sampai di homestay, saya langsung merebahkan diri di dinding dekat kamar, mendekati kipas angin yang mengirim sedikit kelegaan setelah hampir tiga jam terpanggang matahari seperti cerita saya disini..

Makanan sudah terhidang, rasa lapar memang sudah terasa, sarapan tadi pagi masih belum nendang dan tak bisa menahan perut lebih lama, hehehe..

Kami lahap menyantap makanan yang sudah disiapkan pemilik homestay,  selain rasanya yang nikmat menggoyang lidah, rasa lapar karna lelah sangat mendukung. Tak berlama-lama kami beristirahat di homestay, aroma laut sudah memanggil-manggil dari tadi, jadi bergegas kami ke dermaga dan goo…!

Perahu perlahan meninggalkan dermaga dan menuju pulau-pulau yang akan kami selami. Ada beberapa pulau kecil yang berada di sekitar Pulau Harapan, dan terumbu karang di sekitar pulau-pulau itu terkenal ciamik. Tak perlu berlayar terlalu lama, sekitar setengah jam perjalanan kami sudah sampai di spot yang bagus untuk menikmati indahnya etalase laut itu. Seorang awak kapal menyebur untuk memastikan bahwa tempat perhentian kami ini memang spot terbaik di sekitar pulau kecil ini.

Perlengkapan snorkeling siap terpasang dikepala dan mulut, dan byuurr… satu persatu melompat dari kapal dan mulai asyik menikmati indahnya alam Indonesia. Bagaimana tidak bersyukur kita punya alam seindah ini di Nusantara, sampai-sampai alam indah ini membuat iri negara-negara sebelah. Alam sudah menyuguhkan beribu pesona tak terbantahkan dan sekarang tugas kita untuk menjaga alam ini tetap lestari dan  terhindar dari pengrusakan liar, yah paling tidak berkunjung tanpa merusak harmoni biota yang sudah ada.

Beberapa spot terbaik untuk menikmati terumbu karang di sekitar Pulau Harapan seperti Pulau Kayu Angin Sepa, Pulau Bira, Pulau Bulat, Pulau Papatheo, Pulau Pelangi. Tapi spot terbaik bagiku menikmati coral-coral yang paling bagus itu ada di Pulau Bira. Ada juga Pulau Kotok yang sering dijadikan tempat diving para diver.

Kegiatan snorkeling ini memang memancing rasa lapar cepat muncul kembali, kapal kami kembali melaju ke tepian sebuah pulau. Pulau ini terdapat dua warung yang biasa menjadi tempat persinggahan bagi para wisatawan yang asyik snorkeling di dekat pulau ini. Pulau ini kecil dan tak berpenghuni. Selain kami ada juga komunitas lain yang singgah ke pulau ini. menikmati gorengan dan air kelapa muda memang nikmat sambil memandang ke laut lepas… hihihi..

Agak lama kami bersantai di pulau ini, yah sekalian menunggu teman-teman yang lain yang penasaran untuk mengeskplor pulau ini. Bermain air laut yang putih bening menyapu bibir pantai berpasir putih satu simponi yang indah, menikmati surga yang mungkin esok takkan sama lagi.

Santai di tepi pantai!
Santai di tepi pantai!

Puas menikmati pulau ini, kami kembali beranjak ke kapal dan melipir ke pulau yang lain, ombak agak mengguncang kapal kami sore itu, tapi tak ada yang gentar, pulau-pulau itu masih menanti untuk di eksplor, hihi..

Sore telah datang, kami baru naik ke kapal, tak terasa rasa lelah telah menggelayut setiba diatas kapal, sang mentari perlahan meninggalkan peraduannya di bagian barat, kapal kami bergerak dengan perlahan, hening itu yang saya rasakan, kami bener-bener menikmati aroma sunset walau menikmati sunset di tengah jalan diatas kapal. Kami menikmati setiap detik pergerakannya sampai sisa-sisa binarnya masih terasa ketika kami menginjakkan kami kembali di dermaga Pulau Harapan. Rasa senang tentu saja menghiasi senyum kami sore itu.

senja di harapan

Saya ingat, kamar mandi di homestay hanya dua dan kami ada sekitar 10 orang cewek, jadi saya memilih leyeh-leyeh  dulu bersama Tommy di dekat dermaga. Disini ada semacam pasar malam kecil yang menjual aneka ragam makanan. Kami sengaja mencari makanan yang khas tapi tidak ada, tidak ada yang unik di deretan makanan-makanan itu. Akhirnya saya dan Tommy memilih melahap gorengan di pinggir jalan disamping dermaga..Ehhmm.. yummmyy..saya menyantap gorengan yang masih panas sambil meniup-niupnya biar cepat dingin. ( ngga tahu lapar apa emang doyan, hahaa..  😀 )

Karena capek banget, jadinya tidur pun nyenyak, pagi hari berasa cepaat banget datangnya. Kami bergiliran mandi. FYI, air di kamar mandi homestay di pulau ini tidak tawar, asin, jadi walaupun udah mandi tapi masih berasa kurang segar, hihihi.. jadinya rambut yang dikeramas kalau diraba berasa kasar.

Setelah voting, kami sepakat hari ini kami tidak akan snorkeling, sebagian bilang sudah puas sebagian bilang sudah capek, jadi kami putuskan hari ini benar-benar menikmati pulau dan bibir pantainya. Segera berangkat, kami bergegas kembali ke dermaga. Bapak pemilik kapal kami bersama tiga orang anaknya sudah menunggu kami.

Kali ini saya duduk dekat bapak pemilik kapalnya ( saya lupa nama bapaknya, huhu..).  Bapak banyak cerita mengenai rumahnya yang nun jauh di seberang lautan sana. Pulau Sebira  sekitar 4-5 jam dari Pulau Harapan. Disana pulaunya lebih bagus dan lebih jernih katanya, terumbu karangnya juga jauh lebih bagus. Oooo… saya hanya bisa manggut-manggut, saya pikir Bapak warga Pulau Harapan, ternyata dari pulau yang kalau dipandang dari sini takkan terlihat digaris batas pembelah langit dan bumi. “Disana sudah ada air tawar, jadi kalau mandi ngga perlu pakai air asin lagi,”katanya pula. Widiih, kok lebih canggih yah daripada Pulau Harapan.

Bapak ini lantas mengundang kami untuk datang ke rumahnya, mau siiyy.. tapi,.. tapii.. jauuh banget, butuh satu hari waktu untuk perjalanan saja.. hmm… mungkin lain waktu ada kesempatan kesana.

Kami telah sampai di satu pulau, hari ini kami bebas keliling pulau. Kami menyebar, mencari spot bagus untuk foto-foto (biasaa narsis  hehe..). Eh, tiba-tiba nemu pantai ini, ada tempat duduk yang sengaja dibangun di tepiannya. Saya tak melihat sedikitpun jejak kaki dsini, tandanya belum ada yang menginjak pantai ini yah paling tidak sepanjang hari ini, suasana sepi, suara teriakan terdengar samar disebelah sana, tapi suara ombak yang menghempas pantai lebih terdengar jelas. Angin yang semilir mengelus kulit terasa lembut dan bau pantai yang khas. Nikmat banget dan sejenak saya hanya terdiam dan menatap jaauuuh.. Tatapan terhentak seketika waktu teman-teman berlarian dan berteriak histeris ke pantai tempat saya berdiam itu, seketika pula pantai itu menjadi ramai.

Pantainya sepi, hanya suara ombak dan burung yang terdengar samar
Pantainya sepi, hanya suara ombak dan burung yang terdengar samar

Hari ini kami hanya setengah hari. Tengah hari kami harus kembali ke Jakarta. ada dua kapal penumpang yang siap mengangkut penumpang untuk dihantarkan ke Jakarta siang ini. kapal yang kami tumpangi terlihat semakin penuh. Saya menduga siang ini matahari akan sangat garang bersinar jadi saya minta Tommy agar kami ambil posisi duduk di dalam kapal saja, tapi Tommy menolak dan memilih nangkring diatap kapal, uugghh.. nurut juga deh, daripada pisah, ga asik banget apalagi kapal kami semakin sesak dipenuhi penumpang. Ternyata peminat diatap kapal cukup banyak, sampai kami berebut space dengan tiga orang bule Jepang (dari bahasanya siy Jepang, kok sok tau gini yah hihi).

Setelah lama menunggu, akhirnya kapal melaju, karena kami berada diatas atap dan ombak siang ini lebih ganas dari kemarin, jadi kami terombang ambing diatasnya, sebagian berteriak samar ketika kapal diayun ombak, kami ternyata harus dipanggang kembali, uughh.. saya coba untuk tidur ditutupi handuk lembab, tapi tidak bisa,ombaknya terlalu tinggi untuk menina bobokkan saya, haha… Eh, tapi ada bonusnya ketika saya tidak tidur dan menikmati sepanjang perjalanan pulang ini, mau tauuu… hihi.. sepasang lumba-lumba mulut botol melompat beriringan tepat di sebelah kapal kami. Huuuaahh.. bonus banget ini mah. Lumba-lumba ini tanpa malu menunjukkan keanggunannya dan beberapa kali menampakkan diri. Hmmm.. I love Indonesia. ^^

Categories
Travelling

[Part I] Pulau Harapan, Berlari Bersama Mentari

Tidak jauh dari Jakarta menjadikan Kepulauan Seribu menjadi pilihan destinasi bagi para penikmat alam. Pulau Harapan merupakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Dari ratusan pulau-pulau yang bertebaran di Kepulauan Seribu, Pulau Harapan menjadi salah satu tujuan favorit para wisatawan. Selain waktu tempuh yang masih relatif dekat dan cara menjangkaunya juga tidak sulit, Pulau Harapan menawarkan keindahan yang tidak kalah saing dengan pulau-pulau di daerah lain.

Perjalanan kami berawal dari Muara Angke. Dermaga nelayan yang juga menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal penumpang menuju pulau-pulau di Kepulauan Seribu seperti Pulau Harapan, Pulau Tidung dan Pulau Pari. Sabtu pagi-pagi sekali saya harus sudah berangkat dan berusaha sebelum pukul 07.00 pagi tepat tiba di dermaga. Kalau telat sampai di dermaga muara angke jangan harap bisa menunggu kapal berikutnya.

Pagi itu saya bangun kesiangan, entah kenapa alarm yang sengaja saya pasang tak berbunyi. Karena hari terasa begitu cepat siang dan terang benderang, saya memutuskan untuk naik ojek menuju Muara Angke. Saya masih membayangkan kemacetan yang luar biasa setelah mendekat Muara Angke waktu saya dan teman-teman ke Pulau Tidung di Tahun sebelumnya. Saya tidak mau gara-gara ketinggalan kapal saya tidak bisa bersantai di tepi pantai sore ini.

Inilah saatnya saya berlari bersama sang mentari pagi yang semakin menunjukkan taringnya. Setelah tawar menawar harga, saya sepakat dengan bapak ojek membayar dua puluh ribu Rupiah sampai di depan pom bensin di pinggir dermaga Muara Angke. Saya tidak lupa pesankan pada bapak ojek untuk ngebut sekencangnya karena kapal akan segera berangkat. Bapak ojek sangat mengerti kepanikan saya sampai ojek melaju sangat kencang, saya sempat agak deg-deg an karena saking kencangnya, ojek yang saya tumpangi hampir menyerempet sepeda motor lain yang tiba-tiba melaju dari arah berseberangan. Bapak ojek sempat memaki tapi tetap fokus dan menyelip di antara mobil-mobil yang berhenti karena macet total.

Teman saya sampai menelpon beberapa kali karena kapal sudah mau berangkat. Mereka ternyata sudah berada di kapal dan tinggal saya dan Tommy yang masih belum naik. Kepanikan semakin menjadi ketika mendekati dermaga, jalanan sangat macet luar biasa. Untung bapak ojek tahu jalan kecil untuk mencapai pom bensin. Memasuki jalanan kecil yang becek dan bau amis saya mengangkat kaki agar tidak terciprat air jalanan yang becek.

Setelah membayar ongkos ojek, kami sedikit berlari menuju dermaga, jalan menuju dermaga persis disamping pom bensin ada terowongan dan kami masuk ke dalam dan terlihat begitu banyak kapal bersandar. Pun begitu, ternyata orang yang lalu lalang ternyata jauh lebih banyak. Saking banyaknya kami sempat bingung menemukan rombongan yang diperparah karena kami belum kenal teman-teman satu rombongan. Saya mulai memperhatikan tampang orang-orang yang hilir mudik. Tampang mereka kebanyakan memang seperti ingin menyeberang ke pulau, tapi rombongan saya manaa??

Kepanikan semakin memuncak, manusia tumpah ruah. Sebagian sudah mengantri untuk menaiki kapal menuju pulau masing-masing. Para wisatawan berebutan dengan penumpang domestik yang memang tempat tinggalnya di Kepulaun Seribu. Sang mentari pagi ini memang agak menggigit, sebenarnya kawasan dermaga ini kurang kondusif untuk menampung ribuan wisatawan yang ingin menggapai nikmatnya angin sepoi dan deburan ombak di pesisir pantai di gugusan pulau di Kepulauan Seribu.

Kapal penumpang berjejer berdampingan dengan kapal nelayan. Padatnya aktivitas dermaga yang tidak dibarengi dengan pemeliharaan kebersihan dan kenyamanan menyebabkan dermaga ini tampak kotor dan kumuh. Airnya yang keruh kecoklatan lengkap dengan bau amis terbawa angin semilir. Pun begitu, orang-orang terus berdatangan. Ternyata, Kepulauan Seribu telah menunjukkan pamornya di mata para penikmat alam yang haus akan alam-alam yang eksotis.

Saya bolak balik menelpon teman, katanya mereka sudah menaiki kapal dan kapalnya sudah mau berangkat. Saya mulai memperhatikan kapal yang mana yang mereka naiki. Kami harus berteriak-teriak di telpon karena suara kami memang lenyap di telan suara ratusan orang yang mempunyai kepentingan yang sama.

Akhirnya saya melihat lambaian tangan. Berdasarkan cirri-ciri yang dia sebutkan, yeah.. mungkin itu memang orang yang saya cari. Saya mulai mengantri dibelakang ibu-ibu yang membawa anaknya dan melompat dari satu kapal ke kapal yang lain untuk mencapai kapal yang kami tuju. Saya dan Tommy akhirnya tiba di kapal yang akan membawa kami ke Pulau Harapan dengan terengah-engah dan masih bersyukur tidak ditinggal. Kapal ini sudah dipenuhi puluhan orang yang sibuk mencari posisi yang paling nyaman. Berhubung perjalanan ini adalah perjalanan serba ekonomis, maka kapal yang kami naiki juga super ekonomis, semua penumpang bebas duduk dimana saja asal tidak menghalangi nakhoda dan awak kapal selama menjalankan tugasnya.

Saya sadar kalau saya memang telat, dan itu impas dengan mendapatkan tempat di pinggir kapal dan menahan teriknya matahari pagi itu. Karena kapal bertumpuk, maka kapal kami sulit untuk keluar dari tumpukan kapal-kapal lain. Penumpang bergencetan duduk dimana saja, ada yang berdiri termasuk kami yang duduk di pinggir kapal disamping pintu tempat singgasana sang nakhoda.

Waktu berlalu, kapal semakin menjauh dari tepian dermaga, hiruk pikuk para penumpang yang masih berusaha menggapai kapal masing-masing masih terdengar samar. Matahari tepat mengarah ke tempat kami bersandar. Sinarnya persis menampar wajah saya sampai saya harus memicingkan mata dan menarik kain pantai dari ransel untuk menutupi muka saya.

Perjalanan ini akan berlangsung selama kurang lebih tiga jam, dan saya tidak rela kulit saya gosong duluan sebelum mencapai bibir pantai Pulau Harapan. Berusaha membaluti tubuh dengan kain pantai, menimbulkan penyesalan kenapa ga bawa topi atau jaket.

Ngantuk tertahan diantara menangkis  teriknya matahari dan kapal yang bergoyang diayun ombak laut yang lumayan besar. Tidur tak nyenyak namun sangat mengantuk membuat kepala saya pusing dan ingin mengakhiri semua ini. Tapi ini dimanaa?? Ini di tengah laauuutt.. hhuuhhh.. pilihan terakhir hanya bisa bertahan dan berharap semua ini cepat berlalu.

Untuk menghibur diri, saya pandangi penumpang lain yang meringkuk disela lututnya, yang lain pasrah dan berpura-pura menikmati matahari garang itu. Yang lainnya memaksakan diri masuk ke dalam yang tentu juga tetap panas plus sesak karena rame banget. Yang lain lagi, sama seperti saya, berusaha menarik apa saja yang bisa menjadi pelindungnya dari panas matahari yang semakin mendidih.

Cuaca hari itu memang sangat bagus, tidak ada rintangan berarti selama perjalanan itu. Disela-sela ngantuk saya, saya menguping pembicaraan penumpang dengan salah seorang yang lain yang menurut saya sangat mengenal Kepulauan Seribu ( mungkin dia awak kapal atau mungkin tour guide-nya, ah entahlah). Saya juga ikut manggut-manggut saat sang wisatawan itu manggut-manggut tanda paham.

Setelah dipanggang hampir tiga jam, pulau-pulau mulai kelihatan. Saya dan Tommy mulai tebak-tebakan, di pulau yang mana kapal kami akan bersandar.. Yeaahh.. lewat, bukan pulau inii.. tebakan saya salah, ternyata kapalnya terus melengos melewati pulau yang sudah menyambut. Ternyata pulaunya masih berada dikejauhan.. hm..hmm.. hm

Sepertinya kapal mengarah ke Pulau yang terlihat besar diantara pulau-pulau kecil disekitarnya. Dan terang saja, kapal kami semakin mengarah ke Pulau itu. Yesss, saya berteriak dalam hati, ternyata penantian panjang ditambah perlawanan terhadap tambaran matahari terbayar, laut biru gradasi biru muda mulai mengeluarkan pesonanya. Jelas ini sangat berbeda dengan pemandangan di dermaga Muara Angke yang sudah tiga jam yang lalu kami tinggalkan. Awal kapal melempar jangkar dan menikatkan tali di tepian dermaga Pulau Seribu. Dan Hup..hup.. penumpang melompat satu persatu ke dermaga.

Tulisan selamat datang di Pulau Harapan menyambut kami, leher, lengan dan pinggang aku putar-putar untuk membuatnya kembali ke posisi semula. Meringkuk selama tiga jam di cuaca yang mendidih seperti tadi cukup membuat tulang-tulang saya remuk dan meretak ketika di putar-putar. Setelah bergabung kembali dengan rombongan, bersama kami jalan-kaki menuju homestay. Homestay kami tepat dipinggir pantai Pulau Harapan, dekat dengan dermaga. Tentunya ini menjadi posisi yang sangat strategis untuk memandang dan menikmati laut tanpa batas.

Menanti Desiran Ombak
Menanti Desiran Ombak

-bersambung-

Categories
Lomba Travelling

Kepulauan Seribu, Keindahan Di Ujung Jakarta

Berwisata ke Jakarta??

Mungkin tidak terpikir dibenak banyak orang untuk menghabiskan waktu liburan yang indah di seputaran DKI Jakarta. Yang ada, orang berbondong-bondong keluar dari daerah Jakarta menjauhi penat dikala waktu liburan tiba. Tapi tidakkah terpikir bahwa DKI Jakarta masih memiliki surga tersembunyi di sudut-sudutnya dan jauh dari hiruk pikuk Jakarta yang notabene-nya adalah kota metropolitan yang penuh sesak dan penat. Citra Jakarta tercoreng karena macet sepanjang usia, banjir yang rajin datang tak diundang, kawasan kumuh berjejer di bantaran sungai dan persis di samping gedung pencakar langit yang menjulang.

Sungguh ironis memang, tapi jangan pernah kecewa dengan ibukota ini, DKI Jakarta masih banyak potensi indah tak kalah dengan daerah-daerah lain. Di sudut utara DKI Jakarta, tersebar gugusan pulau-pulau kecil yang jumlahnya ratusan yang akhirnya disebut sebagai Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu masih berada di wilayah DKI Jakarta, tepatnya berada di diujung teluk Jakarta. Kepulauan Seribu menjadi salah satu Kabupaten Administrasi di DKI Jakarta.

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mempunyai jumlah penduduk sebanyak lebih kurang 20.000 jiwa yang tersebar di sebelas pulau-pulau kecil berpenghuni. Kesebelas pulau tersebut di antaranya Pulau Untung Jawa, Pulau Pari, Pulau Lancang, Pulau Tidung Besar, Pulau Tidung Kecil, Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, dan Pulau Sebira. Selain pulau-pulau berpenghuni, terdapat pula beberapa pulau yang dijadikan sebagai pulau wisata, seperti Pulau Bidadari, Pulau Onrust, Pulau Kotok Besar, Pulau Puteri, Pulau Matahari, Pulau Sepa, dan sebagainya. (http://id.wikipedia.org/)

Di wilayah kabupaten ini terdapat pula sebuah zona konservasi berupa taman nasional laut bernama Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKS). Sebagai daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan di dalamnya juga terdapat zona konservasi, maka tidaklah mengherankan bilamana pengembangan wilayah kabupaten ini lebih ditekankan pada pengembangan budidaya laut dan pariwisata. Dua sektor ini diharapkan menjadi prime-mover pembangunan masyarakat dan wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (http://id.wikipedia.org/)

Saat itu, saya bersama teman-teman memutuskan melewati weekend bersama di Kepulauan Seribu dan kami menginap di Pulau Tidung. Perjalanan ke Pulau Tidung mulai dari Muara Angke. Muara Angke merupakan pelabuhan nelayan dan juga terdapat kapal penumpang yang menghubungkan daratan Jakarta dengan Kepulauan Seribu. Berdekatan dengan dermaga Muara Angke terdapat pasar tradisional tempat dimana para nelayan menjual hasil tangkapannya. Ikan-ikan yang dijual di pasar ini masih sangat segar dan banyak sekali jumlahnya.

Pasar ini yang menjadikan akses menuju dermaga Muara Angke agak tersendat, kemacetan yang luar biasa apalagi saat weekend seperti ini banyak sekali wisatawan berkumpul di Muara Angke untuk berangkat menuju Kepulauan Seribu. Pasar juga menyebabkan jalanan yang kurang terawat dan bila hujan akan menyebabkan air tergenang dimana-mana dan becek. Sampai-sampai salah satu teman saya tercebur ke sekolan karena sudah tidak bisa membedakan mana selokan dan jalan, semua sudah menjadi satu dan rata. Pasar ini juga menyebabkan bau amis yang membahana kesetiap ruang udara yang terhirup hidung. Karena akses menuju dermaga sangat macet dan tidak mau ketinggalan kapal untuk menyeberang ke Kepulauan Seribu, maka kami memutuskan jalan kaki dari lokasi macet total itu. Berbaris-baris langkah kami ayunkan menembus kemacetan. Tidak hanya kami, rombongan lain juga ternyata begitu. Sungguh perjuangan sekali menuju dermaga Muara Angke.

Setelah melewati pasar yang sumpek dan berbau amis akhirnya terlihat dikejauhan sekumpulan orang yang sudah berkumpul dan membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan rombongannya. Saatnya berangkat, tanda kapal sudah mau berangkat dibunyikan. Kami tak berlama-lama berhenti di tepi dermaga. Berebut lapak di kapal ekonomi itu juga ternyata sangat penting dan menentukan kenyamanan selama menikmati ayunan ombak menuju Kepulauan Seribu.

Tak bisa disesalkan memang, kami dapat lapak untuk duduk lesehan tepat disamping mesin dibelakang kapal . Kapal akan segera berangkat dan mesin dinyalakan. Tak disangka bunyi mesin ini lama-lama sangat memekakkan telinga dan menjadikan sekitarnya agak panas. Kapal tetap melaju meninggalkan dermaga. Saya masih belum menggubris bunyi mesin yang memekakkan itu, saya memandangi keluar kapal, melihat sekitar dermaga sebelum tertinggal jauh. Kondisi dermaga yang agak awut-awutan tidak mengurangi wisatawan yang berhasrat menikmati indahnya alam Kepulauan Seribu.

Air laut di tepi dermaga coklat kehitaman dan pekat. Kapal-kapal nelayan yang besar berjejer di tepi dermaga, para nelayan mengangkut hasil tangkapannya untuk ditimbang dan dipasarkan. Bau amis masih merajalela. Mungkin para warga nelayan ini sudah tidak merasakan bau yang menyengat ini, sudah terbiasa dan inilah salah satu bagian hidup mereka.

Kapal bergerak semakin menjauhi dermaga, setengah jam berlalu dengan alunan angin sepoi yang tak mampu menyirnakan suara mesin yang bising. Kesabaran tak dapat terbendung, suara mesin ini sangat mengganggu dan saya bersama teman nekad mau ke depan kapal melewati tubuh-tubuh yang bergelimpangan terlelap seiring hembusan angin laut yang menghipnotis. Akhirnya kami mendapatkan posisi yang nyaman diujung kapal.

Pulau seribu memang benar-benar bertebaran, kami mulai menerka pulau mana yang akan menjadi tempat kami mendarat setiap beberapa pulau mulai mendekat dan terlewati. Bagi para wisatawan tentunya agak susah untuk menerka nama-nama pulau yang sudah terlewati itu, semua tampak sama.. hahaa.. Semakin berada di lingkup Kepulauan Seribu, birunya laut semakin menampakkan diri, hal ini tentu jauh berbeda dengan wajah dermaga Muara Angke yang hitam pekat itu. Hasrat untuk menyebur semakin membuncah, tak sabar menyapa biota laut Kepulauan Seribu.

Kami tiba di dermaga Tidung disambut guide asli warga tidung. Dia mendampingi kami sampai ke penginapan dan memberikan arahan mengenai itinerary selama di Kepulauan Seribu. Tak lama kami bersiap langsung berangkat untuk menuju spot yang bagus untuk snorkeling. Kami menggunakan kapal nelayan yang kecil yang muatannya sekitar 15 orang dengan tiga orang awak kapal. Mereka asli warga Kepulauan Seribu. Perjalanan menuju pulau tempat snorkeling yang bagus memakan waktu sekitar hampir satu jam perjalanan.

Selama perjalanan, selain bersenda gurau saya mendekati para awak kapal yang tampaknya masih malu-malu bergabung bersama kami untuk saling menyapa. Saya memulai pembicaraan yang kemudiaan suasana perbincangan mulai hangat, teman yang lain akhirnya ikut menimpali percakapan kami. Sudah tidak ada pemisah antara tamu wisatawan dan pekerja awak kapal. Si bapak asyik bercerita mengenai tanah kelahirannya itu. Terlihat jelas kebanggaannya terhadap Kepulauan Seribu. Dalam ceritanya dia juga turut serta untuk tetap menjaga kelestarian alam Kepulauan Seribu. “Alam ini adalah hidup kami, jadi kami harus terus menjaga keutuhan hidup kami”, katanya.

Spot pertama sudah didepan mata, kapal berhenti dan kami bersiap memakai perlengkapan snorkeling dan byuuurr… satu persatu melompat ke laut jernih itu. Laut jernih itu mempertontonkan terumbu karang yang indah yang semakin menarik kami untuk segera menceburkan diri dan menyapa terumbu dengan segala ikan yang berenang bebas itu.

Kepulauan Seribu yang hanya beberapa kilometer jaraknya dari hiruk pikuk kota metropolitan Jakarta, ternyata masih mengandung alam yang asri terutama alam bawah lautnya. Terumbu karang tumbuh subur disini, tak terusik dan bebas bermain dengan ikan-ikan kecil yang lalu lalang. Bahkan terumbu karang ini sangat dekat dengan permukaan laut sampai di beberapa titik saya terkena goresan terumbu yang mencuat tipis di permukaan laut. Sungguh alam Kepulauan Seribu masih menjadi surga lautan dengan segala isinya. Tak heran para pencinta snorkeling dan diving masih memilih Kepulauan Seribu menjadi destinasinya.

Keindahan bawah laut Kepulauan Seribu ini semakin menarik saya untuk berhasrat sampai kedasarnya dan menyapa ikan-ikan yang berenang dalam dan malu-malu. Saya mengajak teman saya untuk mencoba free diving ke kedalaman laut itu, tapi kenapa tidak bisa, kami mencoba beberapa kali tapi kami masih tetap berada di permukaan laut. Setelah percobaan beberapa kali itu baru kami menyadari kalau kami masih mengenakan jaket pelampung, hahaha.. jadi mau seribu kalipun dicoba untuk membenamkan diri hingga ke dasar takkan bisa, kami hanya tertawa terpingkal akan tingkah yang konyol itu.

Tak cukup disitu saja, kapal melaju kembali, berpindah tempat mencari spot baru untuk bersnorkeling ria kembali. Tak lupa pula jempretan foto berkali-kali bahkan mungkin sampai ratusan pose sudah terekam dalam foto. Tak pernah bosan dan sungguh bahagianya hari itu. Spot baru sudah sampai dan menyebur kembali. Indah dan berdecak kagum akan keindahan alam ciptaan tuhan ini, dan alam indah ini tidak perlu jauh-jauh dari Jakarta untuk mendapatkannya. Keindahan alam ini masih dalam pelukan DKI Jakarta.

Sehari penuh bersnorkeling ria, kulit tersengat matahari tak masalah bagi kami, yang penting happy ^^

Kembali ke Pulau Tidung, membersihkan diri, istirahat sejenak dan menikmati pesona pulau ini. Malamnya sudah disediakan ikan barbeque di tepi pantai. Diiringi desiran ombak kami menyantap menu ikan bakar ini. Nikmat dengan ikan yang masih segar. Penerangan hanya mengandalkan lampu seadanya dengan sinar sang rembulan. Siluet daun kelapa melambai tampak di kejauhan di tepi pantai. Salah satu cara menikmati pulau ya menghabiskan malam ditepi pantai dengan obrolan seru. Malam semakin larut, kami kembali ke penginapan, kami harus istirahat untuk menjaga stamina untuk kegiatan esok harinya.

Suatu senja di Kepulauan Seribu
Suatu senja di Kepulauan Seribu

Malam telah lalu, hari berganti. Karena terlalu lelap tidur, kami ketinggalan menikmati sunrise..haha.. tidak apa-apa, kami menghibur diri. Kami naik sepeda menuju jembatan cinta. Jembatan ini menghubungkan Tidung Besar dan Tidung Kecil. Kami menyusuri jembatan ini menuju Tidung kecil. Setelah puas bermain di Tidung Kecil, kami kembali dan kembali ke penginapan.

Jembatan Cinta
Jembatan Cinta

Masih ada waktu menunggu siang untuk kembali ke dermaga Muara Angke, saya dan beberapa teman tak mau waktu terbuang begitu saja. Kami ambil sepeda dan mulai menggowesnya. Mulai kami susuri setiap sisi sepanjang Pulau Tidung. Sesekali kami bersinggungan dengan para pesepeda yang lain yang juga mengelilingi pulau ini.

Ternyata selama mengelilingi pulau dengan menyusuri garis pantai yang mengelilinginya, ada beberapa spot tersembunyi yang jauh dari keramaian namun spot itu tidak kalah indahnya. Ada beberapa saung yang disediakan disitu, entah itu milik pribadi atau umum, kami berhenti sejenak dan berleha di selasar saung itu. Pandangan ke laut lepas dengan warna gradasi biru, indah dan masih mengagumi ciptaan tuhan itu.

Kami kembali ke penginapan tepat waktu. Teman-teman lain sudah siap menenteng ransel masing-masing. Guide kami sudah menjemput dan kapal juga segera berangkat. Kami ke dermaga, ucapan terima kasih kepada guide dan selamat tinggal kepada alam indah Kepulauan Seribu. Mungkin kata yang tepat bukan selamat tinggal tapi sampai berjumpa kembali. Saya ingin kembali ke sana, alam indah ini tak cukup dinikmati sekali saja. Masih butuh waktu untuk menyusuri pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu yang mungkin jauh lebih indah lagi. Saya akan kembali.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog kerjasama DKI Jakarta dengan VIVA.co.id

enjoy jakartavivalog