Categories
Travelling

[Part I] Pulau Harapan, Berlari Bersama Mentari

Tidak jauh dari Jakarta menjadikan Kepulauan Seribu menjadi pilihan destinasi bagi para penikmat alam. Pulau Harapan merupakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Dari ratusan pulau-pulau yang bertebaran di Kepulauan Seribu, Pulau Harapan menjadi salah satu tujuan favorit para wisatawan. Selain waktu tempuh yang masih relatif dekat dan cara menjangkaunya juga tidak sulit, Pulau Harapan menawarkan keindahan yang tidak kalah saing dengan pulau-pulau di daerah lain.

Perjalanan kami berawal dari Muara Angke. Dermaga nelayan yang juga menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal penumpang menuju pulau-pulau di Kepulauan Seribu seperti Pulau Harapan, Pulau Tidung dan Pulau Pari. Sabtu pagi-pagi sekali saya harus sudah berangkat dan berusaha sebelum pukul 07.00 pagi tepat tiba di dermaga. Kalau telat sampai di dermaga muara angke jangan harap bisa menunggu kapal berikutnya.

Pagi itu saya bangun kesiangan, entah kenapa alarm yang sengaja saya pasang tak berbunyi. Karena hari terasa begitu cepat siang dan terang benderang, saya memutuskan untuk naik ojek menuju Muara Angke. Saya masih membayangkan kemacetan yang luar biasa setelah mendekat Muara Angke waktu saya dan teman-teman ke Pulau Tidung di Tahun sebelumnya. Saya tidak mau gara-gara ketinggalan kapal saya tidak bisa bersantai di tepi pantai sore ini.

Inilah saatnya saya berlari bersama sang mentari pagi yang semakin menunjukkan taringnya. Setelah tawar menawar harga, saya sepakat dengan bapak ojek membayar dua puluh ribu Rupiah sampai di depan pom bensin di pinggir dermaga Muara Angke. Saya tidak lupa pesankan pada bapak ojek untuk ngebut sekencangnya karena kapal akan segera berangkat. Bapak ojek sangat mengerti kepanikan saya sampai ojek melaju sangat kencang, saya sempat agak deg-deg an karena saking kencangnya, ojek yang saya tumpangi hampir menyerempet sepeda motor lain yang tiba-tiba melaju dari arah berseberangan. Bapak ojek sempat memaki tapi tetap fokus dan menyelip di antara mobil-mobil yang berhenti karena macet total.

Teman saya sampai menelpon beberapa kali karena kapal sudah mau berangkat. Mereka ternyata sudah berada di kapal dan tinggal saya dan Tommy yang masih belum naik. Kepanikan semakin menjadi ketika mendekati dermaga, jalanan sangat macet luar biasa. Untung bapak ojek tahu jalan kecil untuk mencapai pom bensin. Memasuki jalanan kecil yang becek dan bau amis saya mengangkat kaki agar tidak terciprat air jalanan yang becek.

Setelah membayar ongkos ojek, kami sedikit berlari menuju dermaga, jalan menuju dermaga persis disamping pom bensin ada terowongan dan kami masuk ke dalam dan terlihat begitu banyak kapal bersandar. Pun begitu, ternyata orang yang lalu lalang ternyata jauh lebih banyak. Saking banyaknya kami sempat bingung menemukan rombongan yang diperparah karena kami belum kenal teman-teman satu rombongan. Saya mulai memperhatikan tampang orang-orang yang hilir mudik. Tampang mereka kebanyakan memang seperti ingin menyeberang ke pulau, tapi rombongan saya manaa??

Kepanikan semakin memuncak, manusia tumpah ruah. Sebagian sudah mengantri untuk menaiki kapal menuju pulau masing-masing. Para wisatawan berebutan dengan penumpang domestik yang memang tempat tinggalnya di Kepulaun Seribu. Sang mentari pagi ini memang agak menggigit, sebenarnya kawasan dermaga ini kurang kondusif untuk menampung ribuan wisatawan yang ingin menggapai nikmatnya angin sepoi dan deburan ombak di pesisir pantai di gugusan pulau di Kepulauan Seribu.

Kapal penumpang berjejer berdampingan dengan kapal nelayan. Padatnya aktivitas dermaga yang tidak dibarengi dengan pemeliharaan kebersihan dan kenyamanan menyebabkan dermaga ini tampak kotor dan kumuh. Airnya yang keruh kecoklatan lengkap dengan bau amis terbawa angin semilir. Pun begitu, orang-orang terus berdatangan. Ternyata, Kepulauan Seribu telah menunjukkan pamornya di mata para penikmat alam yang haus akan alam-alam yang eksotis.

Saya bolak balik menelpon teman, katanya mereka sudah menaiki kapal dan kapalnya sudah mau berangkat. Saya mulai memperhatikan kapal yang mana yang mereka naiki. Kami harus berteriak-teriak di telpon karena suara kami memang lenyap di telan suara ratusan orang yang mempunyai kepentingan yang sama.

Akhirnya saya melihat lambaian tangan. Berdasarkan cirri-ciri yang dia sebutkan, yeah.. mungkin itu memang orang yang saya cari. Saya mulai mengantri dibelakang ibu-ibu yang membawa anaknya dan melompat dari satu kapal ke kapal yang lain untuk mencapai kapal yang kami tuju. Saya dan Tommy akhirnya tiba di kapal yang akan membawa kami ke Pulau Harapan dengan terengah-engah dan masih bersyukur tidak ditinggal. Kapal ini sudah dipenuhi puluhan orang yang sibuk mencari posisi yang paling nyaman. Berhubung perjalanan ini adalah perjalanan serba ekonomis, maka kapal yang kami naiki juga super ekonomis, semua penumpang bebas duduk dimana saja asal tidak menghalangi nakhoda dan awak kapal selama menjalankan tugasnya.

Saya sadar kalau saya memang telat, dan itu impas dengan mendapatkan tempat di pinggir kapal dan menahan teriknya matahari pagi itu. Karena kapal bertumpuk, maka kapal kami sulit untuk keluar dari tumpukan kapal-kapal lain. Penumpang bergencetan duduk dimana saja, ada yang berdiri termasuk kami yang duduk di pinggir kapal disamping pintu tempat singgasana sang nakhoda.

Waktu berlalu, kapal semakin menjauh dari tepian dermaga, hiruk pikuk para penumpang yang masih berusaha menggapai kapal masing-masing masih terdengar samar. Matahari tepat mengarah ke tempat kami bersandar. Sinarnya persis menampar wajah saya sampai saya harus memicingkan mata dan menarik kain pantai dari ransel untuk menutupi muka saya.

Perjalanan ini akan berlangsung selama kurang lebih tiga jam, dan saya tidak rela kulit saya gosong duluan sebelum mencapai bibir pantai Pulau Harapan. Berusaha membaluti tubuh dengan kain pantai, menimbulkan penyesalan kenapa ga bawa topi atau jaket.

Ngantuk tertahan diantara menangkis  teriknya matahari dan kapal yang bergoyang diayun ombak laut yang lumayan besar. Tidur tak nyenyak namun sangat mengantuk membuat kepala saya pusing dan ingin mengakhiri semua ini. Tapi ini dimanaa?? Ini di tengah laauuutt.. hhuuhhh.. pilihan terakhir hanya bisa bertahan dan berharap semua ini cepat berlalu.

Untuk menghibur diri, saya pandangi penumpang lain yang meringkuk disela lututnya, yang lain pasrah dan berpura-pura menikmati matahari garang itu. Yang lainnya memaksakan diri masuk ke dalam yang tentu juga tetap panas plus sesak karena rame banget. Yang lain lagi, sama seperti saya, berusaha menarik apa saja yang bisa menjadi pelindungnya dari panas matahari yang semakin mendidih.

Cuaca hari itu memang sangat bagus, tidak ada rintangan berarti selama perjalanan itu. Disela-sela ngantuk saya, saya menguping pembicaraan penumpang dengan salah seorang yang lain yang menurut saya sangat mengenal Kepulauan Seribu ( mungkin dia awak kapal atau mungkin tour guide-nya, ah entahlah). Saya juga ikut manggut-manggut saat sang wisatawan itu manggut-manggut tanda paham.

Setelah dipanggang hampir tiga jam, pulau-pulau mulai kelihatan. Saya dan Tommy mulai tebak-tebakan, di pulau yang mana kapal kami akan bersandar.. Yeaahh.. lewat, bukan pulau inii.. tebakan saya salah, ternyata kapalnya terus melengos melewati pulau yang sudah menyambut. Ternyata pulaunya masih berada dikejauhan.. hm..hmm.. hm

Sepertinya kapal mengarah ke Pulau yang terlihat besar diantara pulau-pulau kecil disekitarnya. Dan terang saja, kapal kami semakin mengarah ke Pulau itu. Yesss, saya berteriak dalam hati, ternyata penantian panjang ditambah perlawanan terhadap tambaran matahari terbayar, laut biru gradasi biru muda mulai mengeluarkan pesonanya. Jelas ini sangat berbeda dengan pemandangan di dermaga Muara Angke yang sudah tiga jam yang lalu kami tinggalkan. Awal kapal melempar jangkar dan menikatkan tali di tepian dermaga Pulau Seribu. Dan Hup..hup.. penumpang melompat satu persatu ke dermaga.

Tulisan selamat datang di Pulau Harapan menyambut kami, leher, lengan dan pinggang aku putar-putar untuk membuatnya kembali ke posisi semula. Meringkuk selama tiga jam di cuaca yang mendidih seperti tadi cukup membuat tulang-tulang saya remuk dan meretak ketika di putar-putar. Setelah bergabung kembali dengan rombongan, bersama kami jalan-kaki menuju homestay. Homestay kami tepat dipinggir pantai Pulau Harapan, dekat dengan dermaga. Tentunya ini menjadi posisi yang sangat strategis untuk memandang dan menikmati laut tanpa batas.

Menanti Desiran Ombak
Menanti Desiran Ombak

-bersambung-

Categories
Lomba Travelling

Sepedaku Melaju!

Cobalah berkunjung ke Kota Tua, Jakarta…

Selain menyuguhkan bangunan Jakarta Tempo Doeloe, banyak sepeda ontel yang lalu lalang, lengkap dengan topi ala konglomerat Belanda kala itu. Menikmati senja di kota tua sambil mengayuh sepeda keliling kawasan kota tua menjadi salah satu tempat favorit para pengunjung. Ada nikmat tersendiri yang saya rasakan ketika melewatkan suatu senja saat itu di tempat ini. ^^

Sepedaku melaju!
Sepedaku melaju!

 

Foto ini diikutsertakan dalam Turnamen Foto Perjalanan Ronde 24:Sepeda

 

 

Categories
Lomba Travelling

Selalu Ada Alasan Kembali Ke Ancol

Ancol sudah berdiri sejak tahun 1966 yang ditujukan sebagai kawasan wisata terpadu oleh Pemerintah DKI Jakarta. Kawasan ini kini tak pernah sepi pengunjung dan menjadi tempat pertemuan ribuan masyarakat baik dari dalam atau luar kota Jakarta. Hal ini menjadikan Ancol salah satu icon wisata favorit di Jakarta. Kenapa tidak, banyak orang tidak hanya sekali datang tapi berulang-ulang, bahkan orang yang datang pertama kali akan langsung jatuh cinta untuk menikmati fasilitas yang disediakan.

Sungguh tak bosan, beragam arena wisata ataupun hanya sekedar bersantai dan bermain air di pantai utara Jakarta ini, masyarakat berbondong-bondong datang ke Ancol, setiap hari selalu diramaikan apalagi waktu akhir pekan datang, Ancol ramee dan padaat…

Bagi saya, selalu ada saja alasan untuk kembali ke Ancol, apakah menikmati wahana di dufan, atau berenang atau hanya sekedar olahraga di sekitar pantai Ancol bahkan pernah sampai curhat-curhatan dengan beberapa teman di dermaga Ancol, begadang sampai pagi… hahaa.. itu memang gila!

**

Pertama kali ke Ancol ketika saya masih kuliah di Bandung.

Bersama  empat orang teman saya Nina, Nisa, Mia, Indah, kami akhirnya mengatur itinerary perjalanan yang murah meriah dan tujuan utama adalah Ancol. Berangkat dari Bandung naik kereta ekonomi menuju Bekasi (rumah Indah). Setibanya di rumah Indah langsung disambut makanan enak buatan mama Indah, yummy… (mama Indah memang jagonya bikin makanan enak, cocok buka usaha makanan :D)

Malam berlalu dan pagi pun datang, semua pada cepat bangun, tidak sabar cepat-cepat sampai di Ancol dan main sepuasnya. Tadi malam mama Indah sudah pesan taksi untuk jemput dan mengantarkan kami pagi ini. Taksi sudah menunggu di pintu gerbang dan kita pun bergegas. Berhubung kami berlima dan berenam dengan si Mbak taksi (drivernya cewe juga J ) dan boleh dibilang badan kami ga ramping-ramping amat, jadi terpaksa kita harus pintar mengatur posisi duduk supaya semua dapat ditampung taksi. Dan terpilihlah Indah duduk di depan disebelah Mbak taksi. (posisi duduk di depan berdasarkan ukuran tubuh hihih 😛 )

Taksi melaju, kami tak bisa diam barang sejenak di dalam taksi, obrolan sudah sampai kesana kesini, tertawa pun tak bisa dikontrol, mbak taksi hanya bisa pasrah mendapat penumpang seperti kami haha.. Mulai masuk daerah Jakarta, eh iya saat itu lagi musim hujan dan Jakarta lagi disibukkan dengan banjir dimana-mana. Dari atas fly over yang kami lewati, kami bisa menyaksikan mobil-mobil yang berjuang melewati daerah banjir. Saat itu kami hanya bisa berharap mudah-mudahan Ancolnya ga ikutan banjir dan cuaca ga hujan.

Kurang lebih satu jam kami tiba di loket masuk Ancol, beli tiket dan langsung ke dufan.. Kami memang sangat beruntung saat itu, cuaca cerah, dapat tiket diskon karena menggunakan debit BNI pada saat itu, weekdays sehingga bayangan ngantri sana sini jauh-jauh dari kami. Ini baru liburaaan yihaa…

Karena dekat gerbang masuk maka wahana yang pertama kami coba adalah cora-cora… padahal kata orang-orang seharusnya cora-cora belakangan saja karena walaupun kelihatan gampang dan ‘cuma gitu doang’ tapi kalau sudah dinaiki pas turun kaki lemes dan gemetar.

Ketika kami naik dan memilih duduk dipaling pojok which is terbangnya akan lebih tinggi dibandingkan duduk di tengah kapalnya, kapal mudah bergerak dan mengayun, uuuugghh…  dan bener saja, jantung rasanya seperti sudah berhenti berdetak dan ngap-ngapan bernafas susah, pegangan erat-erat dan teriaakk.. waaaaaaaaa….

Awalnya saya kapok menaiki wahana yang lain, dalam pikiran saya, ini gilaa, bukan refreshing malah nambah penyakit. Satu lagi yang bikin saya trauma, wahana tornado. Uhugh.. mata saya pejamkan dan pegang erat-erat alat yang mengapit tubuh saya,sungguh ini akan membuat saya mati lemas, sampai mual saya turun dari wahana tornado. Tapi teman saya ketagihan, berhubung tidak ada antrian, jadi sesuka hati naik mau berapa kali, kali ini keempat teman saya menarik tangan saya sampai menyeret saya untuk naik tornado sekali lagi, ampun deh.. perlawanan sempat saya lancarkan, tapi apa daya mereka berempat menarik saya, dan saya pun tak kuasa #halah.. hahaa

Tornado
Tornado

Ceritanya sekalian difoto bareng nanti waktu naik tornadonya, memang disini juga ada jasa untuk memfoto ketika kita naik tornado, yeah.. hitung-hitung sebagai kenang-kenangan dari dufan hahaa..

Akhirnya saya mengalah dan ngikut teman naik tornado sekali lagi, sambil menarik nafas, sebelum tornadonya bergerak dan mengangkat kita, Indah sempat bilang kalau naik wahana pasrahkan tubuh kita ke alatnya, aman kok, jangan tegang dan jangan tutup mata. Ok ok, saya akan coba, saya berkata dalam hati…

Badan mulai terangkat makin tinggi dan tinggi lagi, petugasnya mulai memainkan sesuka hati, memutar-mutar, memiringkan, diputar-putar lagi.. Saya mulai rileks dan tidak terlalu berpegangan pada alat, mata saya buka, mulai melihat ketinggian dan badan saya diputar-putar, saya sungguh pasrah ke alatnya dan percaya saya aman didalamnya.

Dan ajaib, tak ada mual, tak ada kaki yang bergetar, tak ada ketakutan yang luar biasa, yang ada hanya teriakan bahagia, baru ini saya menikmati wahana ini, bukan lagi teriakan ketakutan tapi teriakan seru-seruan, dan teman-teman sampai tak percaya ketika petugasnya bertanya  “lagi? Lagi?” Dan saya berseru “lagiiiii…”

Mia sempat meyakinkan saya, “Serius Rik, mau lagi?” saya mengangguk.. jreng jrengg… akhirnya kami serempak bilang “lagiiiii…” percaya tak percaya, akhirnya kami menaiki tornado tujuh kali putaran.. hahahaa… ketika turun, malah asyik dan ringan rasanya, ploong banget setelah beberapa lama teriak-teriak.. hihihihi…

Kincir Angin
Kincir Angin

Sebisa mungkin semua wahana kami naiki, tapi nyali saya masih tidak terlalu kuat untuk menaiki kincir angin, hahaha… jujur, ntah kenapa saya langsung ciut melihat orang-orang yang lagi diputar-putar diatas sana. Pengalaman pertama yang sangat berkesan. 😀

**

Ketika Ibu saya ke Jakarta, saya juga mengajak beliau ke dufan, tapi setelah menaiki cora-cora beliau menyerah karena ketakutan, hihihi… Akhirnya, beliau hanya mau menaiki wahana yang tidak bikin jantung berhenti berdetak seperti arum jeram.  sayangnya kami kesana ketika weekend dan dufan ramai bukan main, sampai waktu habis di antrian ke satu wahana, alhasil hanya sedikit wahana yang bisa kami nikmati. Beliau takjub dan katanya “kok bisa ya pada berani naik wahana-wahana ekstrim ini, sangat menguji nyali”.

With Mom :D
With Mom 😀

Selain dufan, banyak tempat rekreasi yang disediakan Ancol, seperti berenang seru di Atlantis sambil menikmati kolam ombak, kolam apung dan kolam jeram. Ada Ocean dream samudra dengan underwater show nya dan banyak lagi yang menarik dan seru.

**

Selain bermain di dufan, selalu saja ada alasan untuk ke Ancol. Pernah, suatu waktu hanya sekedar lari pagi, saya bersama teman-teman bela-belain ke Ancol dan lari santai disekitar pantai Ancol, ternyata rame juga orang bersantai dan berolahraga disini. Suasana memang menyenangkan dengan hembusan angin pantai yang melegakan.

Ancol memang selalu ramai tak kenal waktu, sampai ketika kami memutuskan singgah sebentar di Ancol setelah mengikuti kegiatan di suatu tempat (padahal tempatnya jauh dari Ancol tapi diusahakan singgah 😀 ) dan waktu sudah menunjukkan sekitar pukul sebelas malam. Dan ternyata oh ternyata, bukannya sepi tapi malah ramai banget keluarga-keluarga yang bersantai ria sambil menggelar tikar di tepi pantai, lengkap dengan perlengkapan makanannya serasa piknik di tengah malam.. hahaha..

Dan lagi, banyak anak-anak yang berenang di pantai Ancol, oh My, ini sudah pukul sebelas malam tapi suasananya kok seperti lagi sore hari, hahaha… saya tak habis pikir melihat pemandangan ini.. Katanya siy, biasanya mereka bersantai ria sampai agak tengah malam sampai tertidur ditepi pantai diterangi cahaya sang rembulan malam. Suasananya romantis yag, hahaa..

Dan hal gila juga pernah saya lakoni dengan beberapa teman, begadang di dermaga Ancol sambil curhat dari hati ke hati, tak terbayangkan hembusan angin pantai sampai menusuk tulang dan kami tak bergeming, sempat di tengah malam nan syahdu itu hujan rintik-rintik turut meramaikan, bukannya pulang kami malah mencari tempat untuk berteduh dan melanjutkan curhatan dari hati ke hati. Kami baru menyadari sudah satu malam kami duduk membentuk lingkaran kecil di tepi pantai itu ketika surya pagi mulai menampakkan sinarnya.. Jam enam pagi, mata mulai tak karuan dan beranjak pulang.

Ancol memang sangat cocok untuk melepaskan penat, berlibur bersama teman-teman, bersama kekasih dan bersama keluarga. Saya yakin kamu ingin merasakan pengalaman seru dan menarik bersama Ancol. Selamat berlibur!

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog dengan tema “Pengalaman Seru dan Menarik bersama Ancol” yang diselenggarakan oleh Kompasiana dan Ancol.

Categories
Travelling

Museum Bank Indonesia

Sebenarnya tujuan awalnya bukan ke museum Bank Indonesia, namun setelah melewati gedung museum kami tertarik untuk masuk dan memutar arah masuk gedung. Museum ini terletak di Kota Tua, Jakarta Pusat. Masuk ke museum ternyata gratis dan ketika kami mulai memasuki lobi, ternyata bersamaan dengan kami masuk juga serombongan siswa yang masih imut-imut berbaris memasuki setiap ruangan.

Kami mulai menyusuri setiap ruang yang ada di gedung museum. Kami juga harus mengalah dan mendahulukan sederetan anak TK yang juga berkunjung ke museum ini, mereka berjalan beriringan membentuk seperti ular yang panjang, lucu sekali mereka…

Di dalam museum, ada juga pemutaran video sejarah keuangan Indonesia yang dapat kita nikmati, yeaah, seperti layaknya menonton bioskop saja.

Gedung Bank Indonesia ini ternyata luas sekali dan terawat dengan baik, sehingga kami merasa nyaman selama berada di dalam. Selain itu, ada permainan lampu di setiap ruangan sehingga tampilan setiap ruangan selalu menarik dan tak lepas dari berbagai ilmu mengenai sejarah keuangan, bank dan mata uang.  Koleksi yang ada di museum juga sangat banyak dan lengkap.

Berkunjung ke museum di akhir pekan dengan membawa buah hati memang pilihan yang sangat bagus dan bermanfaat, dimana kita dapat mengenal sejarah dan juga menambah ilmu dan aktualisasi diri.

Ayoo ke museum !!

change your money with this! hahahaa... --> bisa berfoto begini di salah satu sudut di Museum Indonesia, :D
change your money with this! hahahaa…
–> bisa berfoto begini di salah satu sudut di Museum Indonesia, 😀
Categories
Travelling

Berlibur ke Jakarta

Seorang teman menelpon saya, dia hendak ke Jakarta dan saya kudu wajib menemani dia berkeliling Jakarta dan mengunjungi tempat liburan yang ada di Jakarta.

Otak seakan buntu sejenak, karena Jakarta yang saya pikir selama ini bukan tempat yang cocok untuk liburan, bahkan penghuni Jakarta sendiri bila ada waktu libur barang sebentar seperti weekend setiap akhir pekan akan segera meluncur ke kota terdekat dari Jakarta seperti Bandung, Bogor dan Puncak.

Maka tidak heran setiap Jumat sore sepulang jam kerja, jalanan akan lebih macet lagi dari hari biasanya. Nah, kalau sudah begitu saya ingin menghilang dari kota Jakarta dan sangat menghindari jam-jam tersebut untuk bepergian karena kota hampir mengalami kelumpuhan alias macet total setiap weekend.

Hal ini sudah menjadi sesuatu hal yang biasa bagi warga Jakarta dan pasrah akan situasi tersebut tanpa sadar kita berada di dalam bus, mobil atau motor di tengah jalan yang macet total (masih mending kalau jalannya padat merayap jadi masih ada pergerakan) tanpa ada pergerakan sama sekali dalam sekian waktu dan sebagian umur kita dihabiskan tanpa pergerakan itu. Kalau ditotal dari estimasi umur kita dan berapa lama kita habiskan di jalanan yang stagnan tanpa pergerakan itu sampai para pengguna jalanan Jakarta di situasi itu sering kali menyebutkan istilah ‘tua dijalan’.

*kembali ke cerita liburan*

Saya mulai mengingat-ingat ke tempat apa yang pantas si kawan diajak berlibur dan menikmati Jakarta tanpa adanya kesan Jakarta tempat yang penat dan sumpek. Mengajak dia ke mall yang begitu banyak di Jakarta menurut saya bukan tidak mungkin tapi merupakan pilihan yang kurang tepat menurut saya karena mall dimana saja hampir sama, auranya juga pasti aura belanja dimana pasti akan merogoh kocek dalam-dalam apalagi barang-barang yang di mall bukan barang murah.

Setelah berfikir keras, ide mulai muncul satu per satu, ahaaa…

Awalnya saya agak susah memikirkan tempat-tempat itu, karena setelah agak lama bermukim di Jakarta saya merasa tempat-tempat itu menjadi tempat yang biasa dan terlupa begitu saya, benak saya bahkan hanya berfikir kalau liburan ya keluar dari kota Jakarta.

Jakarta in the night
Jakarta in the night

Ternyata tanpa disadari atau tidak, kota Jakarta dengan gedung-gedungnya yang tinggi menjulang, jalanan yang penuh dengan deretan mobil, bus dan motor, di satu sisi juga menyuguhkan tempat-tempat menghilangkan penat di sudut-sudut kotanya.

Kebun Binatang Ragunan

Salah satunya adalah kebun binatang Ragunan. Kebun binatang ini berada di daerah Ragunan dan sudah dekat juga ke Depok. Di tempat yang luas ini, akan disuguhkan suasana yang berbeda dan jauh dari kepenatan dan panasnya kota. Banyak pohon yang tumbuh di sekitar kebun binatang dan ditata rapi. Banyak spesies binatang yang dirawat di kebun binatang ini dari jenis burung, ular, monyet, harimau, buaya sampai ke spesies yang tidak sering terlihat dan tidak biasa kita lihat.

Kebun binatang Ragunan sangat cocok untuk liburan keluarga, karena lokasinya yang sangat luas dengan pepohonan yang rimbun maka bisa sekalian piknik, keluarga bisa membawa bekal dan tikar, sambil menunggu anak-anak bermain dan belajar mengenal banyak jenis binatang, para orang tua bisa sambil duduk sambil bercengkrama satu sama lain.

Tiket masuknya juga sangat murah sekali dan terjangkau bagi semua kalangan masyarakat, hanya di bandrol  5ribu rupiah per orang dewasa dan 3ribu rupiah untuk anak-anak.

Setiap weekend, kebun binatang ini sangat ramai dikunjungi warga baik dari dalam atau luar kota dan menggelar tikar di sekitar pepohonan rindang itu. Hal itu sangat wajar menurut saya karena merupakan pilihan wisata yang murah dan mengasyikkan.

Ancol

Pantai Ancol, berada di utara kota Jakarta. Salah satu pilihan yang bagus bagi banyak orang. Lokasinya mudah dijangkau dan ada transjakarta atau busway (yang lebih familiar orang menyebutnya) yang bisa mengantar sampai ke loket masuk Ancol.

Memang transjakarta sudah disediakan di sekitar tempat-tempat wisata tersebut karena sudah pasti akan banyak orang yang akan berkunjung ke tempat tersebut sehingga kehadiran transjakarta ini sangat memudahkan para pengunjung untuk menjangkau tempat-tempat tersebut.

Dengan membayar tiket 15ribu per orang, kita sudah dapat menikmati dan berkeliling sepanjang pantai Ancol. Namun bila kita ingin menikmati fasilitas dan wahana-wahana yang disediakan manajemen Ancol seperti dufan, seaworld, gondola maka kita harus merogoh kocek lagi sekitar 100 ribuan. Walau begitu, banyak sekali orang yang rela akan hal itu demi menikmati fasilitas tersebut dan itu worth it.

Seperti dufan misalnya, kita harus merelakan uang keluar diatas 100ribu rupiah untuk menikmati segala wahana yang sensasional itu. Setelah membayar sekitar 100ribu atau bahkan 200ribuan (saya kurang tau pastinya berapa sekarang) maka di pintu masuk tangan kita akan di stempel cap dufan pertanda kita sudah membayar dan berhak menikmati segala wahana di dufan. Semakin berjalan ke area dufan, teriakan sana sini akan terdengar, bukan teriakan apa-apa tapi teriakan ekspresi bahagia menghilangkan penat, ekspresi menghilangkan ketakutan dan menantang diri sendiri untuk menaiki setiap wahana di dufan yang setiap wahana nya memiliki sensasi tersendiri dan tidak jauh-jauh dari ketinggian dan memacu adrenalin.

Monas

Monas atau Monumen Nasional, berada di jantung ibukota, dekat dengan stasiun gambir dan transportasi sangat mudah untuk mencapainya. Monas juga merupakan lambang kota Jakarta, jadi bagi pengunjung Jakarta belum sampai Jakarta rasanya bila belum sampai di Monas, hehehe..

Monas with the lanscape
Monas with the lanscape

Untuk masuk ke Monas kita harus membeli tiket terlebih dahulu, apa yang bisa kita dilakukan di Monas?? Di dalam tubuh Monas terdapat museum sejarah Indonesia, kita bisa flashback ke masa lalu dan merasakan aura perjuangan di dalamnya. Selain itu kita juga bisa naik ke puncak Monas menggunakan lift, dari atas puncak kita bisa menikmati luasnya kota Jakarta dengan tatanan kotanya yang luar biasa, namun untuk naik ke puncak Monas hanya terbuka sampai pkl. 13.00, jadi bagi kamu yang ingin naik ke puncak tibalah di Monas sebelum pkl. 13.00.

Kota Tua

Kota tua berada di daerah Kota, Jakarta Pusat. Kenapa disebut Kota tua karena tempat ini memang sudah tua dan kota peradaban masa lampau. Hal ini terlihat dari bangunan peninggalan sejarah yang masih asli dan tuaaa sekali.

Daerah Kota memang mempunyai suasana yang berbeda dengan sudut kota Jakarta yang lain. Di balik gedung-gedung mewah nan megah itu, masih tersimpan bangunan kuno yang masih dipertahankan oleh masyarakat dan pemerintah. Sebelum tiba di komplek Kota tua yang dijadikan objek wisata itu, sepanjang perjalanan juga memang berderet bangunan pertokoan dan rumah yang sangat padat dan dengan arsitektur yang kuno menandakan memang bagunan di sekitar itu sudah sangat lama bahkan sebagian sudah tak berpenghuni dan dibiarkan rusak begitu saja.

Dari kepadatan bangunan yang ada, kita bisa membayangkan bagaimana kota ini tempo dulu menjadi pusat atau jantungnya ibukota, segala aktivitas masa lampau seakan tersirat dari berderetnya bangunan seperti pertokoan tanpa celah sedikitpun.

Tiba di Kota tua, jreeng..

Ternyata Kota tua saat ini tidak sebagus dulu, tidak ada keindahan semburan masa lampau yang ditunjukkan, bangunannya sudah tidak terawat dengan baik. Yang ada di depan bangunan yang sudah tidak jelas bentuknya itu sudah sangat banyak para pedagang yang menjajakan dagangannya sampai tukang ramal saja buka lapak di daerah itu.

Beberapa tahun yang lalu, masih banyak orang yang membuat foto prawedding nya atau bahkan para fotografer hobby mengambil spot di Kota tua, karena banyak spot yang bagus untuk lebih di ekslpor oleh para fotografer. Namun, walaupun begitu pengunjung Kota tua bejibun dan tak terhitung karena ramee sekali..

Many people visit Kota Tua
Many people visit Kota Tua

Untuk kuliner khas Jakarta, ada pedagang kerak telor di seputaran Kota tua, kita bisa menikmatinya dengan membayar 10-15 ribu rupiah. Selain itu, masih ada juga jasa foto dengan mobil antik yang diparkir di depan bangunan kuno itu.

Lebih dalam berjalan di Kota tua, ada lapangan luas dengan bertebaran manusia yang berkunjung ke tempat itu. Ada deretan sepeda yang parkir dan disewakan, selain sepeda modern ada juga sepeda ontel lengkap dengan topinya, sehingga penelusuran sejarah kita semakin lengkap.

Suatu sudut museum Bank Indonesia
Suatu sudut museum Bank Indonesia

Disekitar Kota tua, banyak terdapat museum yang bisa kita kunjungi seperti museum Bank Indonesia, museum Bank Mandiri, museum Fatahillah, museum Wayang dan lainnya.

Dari berbagai suguhan kota Jakarta, jadi Jakarta juga bisa jadi pilihan wisata kita ^^