Categories
Travelling

Menikmati Sepi Di Pantai Pangandaran

Perjalanan ini memang dadakan dan modal nekad. Belum ada perencanaan sebelumnya, tiba-tiba kami beranjak saja pergi naik busway sampai di kampung rambutan. Setelah browsing, katanya siy bus ke Pangandaran banyak berseliweran di terminal kampung rambutan. Kami sengaja berangkat malam karena akan menghemat waktu dan bisa beristirahat lebih tenang di bus. Saya memang sangat suka perjalanan malam, karena tidak akan berhadapan dengan terik matahari yang menggila dan udara malam itu enak dan adem. Tapi yang ngga enaknya siy saya kurang bisa melihat pemandangan sepanjang perjalanan karena gelap dan mata kantuk.

Sesampainya di terminal kampung rambutan, berdasarkan saran dari bapak supir busway, kami akhirnya menunggu bus Pangandaran di pintu keluar terminal. “Kalau nunggu di dalam terminal suka banyak calo mbak,” kata supir busway. Jam menunjuk pukul 20.00 malam, bus jurusan Pangandaran belum juga terlihat. Dari tadi yang terlihat bus yang ke Tasikmalaya, hmm.. sebenarnya siy dari Tasikmalaya juga bisa, nanti nyambung bus lagi yang ke Pangandaran, tapi berhubung malam dan agak repot untuk gonta ganti bus, kami kekeuh menunggu bus jurusan Pangandaran.

Setelah menunggu sekitar 45 menit, bus itu datang, awalnya saya syok karena waktu melogok ke kaca bus ada cowok bertopeng monyet menyeramkan, saya sempat menarik tangan Anu untuk ngga usah naik, pikiran saya langsung terbang ke cerita-cerita menakutkan tentang perjalanan jauh di malam hari, apalagi kami berdua cewek. Ugghh.. Segera saya tepis pikiran jelek itu dan langsung melangkah memasuki pintu bus, daripada ketinggalan bus dan harus menunggu lebih lama lagi.

Saya arahkan pandangan ke seluruh ruang bus, bus setengah penuh dan cowok bertopeng tadi ternyata anak-anak yang iseng, dia tertawa terkekeh melihat saya yang masih terkejut dan syok. Kami memilih tempat duduk di tengah-tengah, kami lebih bersyukur bus ini tidak kosong, jadi masih merasa aman karena beberapa keluarga menjadi penumpang bus ini, jadi mungkin kami bisa tidur nyenyak malam ini.

Bus yang kami tumpangi ini ternyata bisnis non AC, alhasil angin glebug menghempas tepat di muka saya, kaca bus di buka lebar-lebar oleh seorang bapak diseberang tempat duduk saya. Oh my, kalau begini sampai pagi, bisa-bisa sampai di Pangandaran udah masuk angin duluan. Akhirnya saya pindah ke belakang, dan Anu pindah ke belakangnya lagi. Jadi tidur lebih lega.

Pukul 04.00 pagi kami akhirnya sampai di terminal Pangandaran, sepi.. Ada beberapa warung dan mang tukang ojek yang sudah mondar mandir menawarkan ojek. Kami janji ketemu dengan seorang teman lagi disini, dia dari Bandung ke Pangandaran dan tadi pukul 02.00 dini hari dia sudah sampai di Pangandaran, dan dimanakah dia?

Seorang bapak menyampiri kami, “Neng, ada temannya ya? Dari tadi udah nyampe, nunggu di warnet,” kata bapak itu. Waah, pasti Bang Alex nanya sana sini tadi ke bapak-bapak itu tempat untuk nangkring sembari menunggu kami, hihihi..

Kami duduk sebentar di kayu di depan warnet, ada Si Mbah yang menggendong dan menjajakan nasi kuning. Kata Si Mbah dia mau ke pantai timur, mau jualan nasi kuning. Ah, apa ngikutin Si Mbah aja ya ke pantai timur, tapi Si Mbah jalan kaki. Walaupun udah tua, tapi dia tampaknya masih sangat kuat dan sudah terbiasa menggendong barang dagangannya ke pantai.

Akhirnya kami berkemas dan berniat mengikuti Si Mbah yang sudah menghilang ditelan gelap. Bapak tukang ojek sempat mengingatkan kalau mau ke pantai timur itu jauh, mendingan naik ojek, dan kami merasa itu hanya gurauan bapak ojek saja biar kami pake ojeknya. Nekatlah kami terus berjalan.

Kami kehilangan jejak Si Mbah, waahh.. ternyata walaupun udah uzur, jalannya cepat juga. Kami bertanya sama Aa yang nongkrong di pos jaga.

“Kalau ke pantai timur mah dari sana neng, kalau dari sini ke pantai barat,” Aa itu menjelaskan. Tapi keyakinan saya mengatakan Si Mbah tadi berbelok kearah sini dan dia tadi katanya mau ke pantai timur. “Oiya, dari sini juga boleh sih, nanti jalan terus belok kiri terus luruuus aja, nanti pantai timur setelah melewati cagar alam.”

Kami melanjutkan langkah, jalan subuh-subuh seperti ini memang sudah sangat jarang saya lakukan jadi sekalian olahraga peregangan otot, hehee.. Tadi kata si Aa jaraknya sekitar 2 km, saya masih kurang pintar untuk mengukur jarak 2 km itu jauh apa tidak, jadi kami tetap memutuskan untuk berjalan, apalagi hari juga masih gelap.

Belum lama berjalan, Aa tukang ojek menghampiri kami, dan kami tetap menolak. Dia tetap mengiringi kami, tak terasa dia menemani kami sepanjang perjalanan. Dia banyak cerita sana sini, saya sampaikan juga niat saya untuk ke Green Canyon, dan dengan bangga dia menunjukkan fotonya di handphone yang sedang bergaya di Green Canyon. “Naik ojek saja kesana, 100 ribu satu hari penuh, mau kemana saja saya antar deh!” rayunya. “Nanti sekalian juga ke pantai pasir putih, batu  hiu, Green Canyon, Citumang, gimana?” “Aaahh, Aa mahal banget!!” kataku tersentak. Belum lagi biaya kapal untuk masuk Green Canyon yang kata si Aa udah naik. Nekad kesini juga ga bawa uang lebih. Huh, dengan berfikir keras menimbang-nimbang apakah harus tetap ke Green Canyon apa disini saja, kami tetap mengayun langkah.

Nafas saya mulai tersengal, kata Aa ojek, ini masih setengah jalan. “Kita masih belum melewati cagar alam, jadi perjalanan masih setengahnya lagi,” kata Aa ojek sambil menunjuk-nunjuk peta yang terpampang di tepi jalan. Dia dengan luwes juga sempat menjelaskan isi peta itu, dimana kami berada saat ini dan apa saja yang bisa kami eksplor di tempat ini.

Kami masih bertahan tidak naik ojek, dan Aa ojek juga bertahan mengiringi kami berjalan. “Matahari udah mau terbit, ayo naik ojek aja, takut telat ketemu matahari terbitnya,” dia masih mencoba melobi kami. Haha…

Setelah berjalan hampir satu jam, yah.. satu jam dan kami tidak menyadari itu, hari sudah terang benderang, tapi tak ada matahari yang menyembul. Pagi ini memang masih mendung, tadi malam hujan deras di daerah ini. Hal itu juga yang membuat kami mengurungkan niat ke Green Canyon. Katanya sih kalau baru selesai hujan, Green Canyon sudah ngga green lagi tapi brown.

Kami memilih saung yang sekaligus tempat menyandarkan kapal-kapal nelayan di pinggir pantai. Pantai timur terlihat tenang pagi ini, sangat berbeda dengan pantai barat yang kami lewati tadi, ombak menerjang-nerjang pantai dan mengamuk. Yang unik di pantai Pangandaran ini, kita bisa menyaksikan sunrise dan sunset. Sunrise bila beruntung bisa kita nikmati melalui pantai timur dan sunset bisa kita lihat dari pantai barat. Pantai timur dan pantai barat ini hanya dipisah oleh cagar alam yang berbentuk tanjung yang menjorok kearah laut.

Pagi di Pantai Timur Pangandaran
Pagi di Pantai Timur Pangandaran

Hari ini sudah kami putuskan untuk menikmati waktu disepanjang pesisir Pangandaran ini. Ada Pak Iyus, orang Bandung yang sudah menetap di Pangandaran hampir 20 tahun. Beliau yang akan menemani langkah kami hari ini. Setelah sarapan, kami siap-siap untuk beraktivitas.

Kapal kami melaju membelah tenangnya laut. Alat snorkel sudah terpasang dikepala dan kami siap nyebur, Pak Iyus memilih spot terbaik untuk snorkeling tak jauh dari batu layar. Batu layar adalah batu raksasa yang berdiri tegak di pinggir laut dan sisi bawahnya sangat tipis namun tetap kokoh menopang batu besar itu. Bentuknya kalau dilihat dari sisi depan seolah-olah mirip gajah.

Batu Layar
Batu Layar

Pagi-pagi udah nyebur ke laut bbbrrrr… dingin!

Kali ini kami beruntung, banyak ikan yang berseliweran dibawah sini. Air yang tenang juga sangat membantu, karena kami bisa dengan santai menikmati ikan warna-warni di sela-sela terumbu karang. Eh, ada kapal lewat berisi wisatawan memenuhi kapal itu, tetapi mereka ngga mau nyebur, hanya say heloo saja dan berlalu dari tempat kami snorkeling.

Setelah puas snorkeling, kami menepi di cagar alam. Tepat ketika kapal kami mendarat di tepian pantai, hujan rintik-rintik mulai turun. Dengan gesit Pak Iyus mendorong kapal ke pinggir dan kami berlari ke teras bangunan yang juga biasa dijadikan tempat menginap bagi pengunjung yang ingin menginap di sekitar cagar alam ini.

Sementara kami berteduh, monyet-monyet yang tadi bergelantungan di pohon mulai turun dan mendekati kami. Pak Iyus melempar gorengan dan roti yang kami bawa. Tak mau kalah, beberapa rusa ikut menghampiri. Karena tidak berani memberi makan langsung, saya suruh Pak Iyus saja yang memberinya makan, hehehe…

Hari ini kami puas menjelajah goa yang saya ceritakan disini. Hari sudah siang, namun kami masih enggan beranjak dari Pangandaran. Tujuan kami selanjutnya memang Ciamis, ada acara nikahan temannya Anu besok. Kami masih mau menunggu senja disini.

tenangnya pantai timur pangandaran
tenangnya pantai timur pangandaran

Karena hari ini bukan hari libur atau akhir pekan, jadi tempat ini sangat sepi, tapi itulah yang saya cari. Saya tidak butuh keramaian untuk merayakan keindahan alam ini, saya menikmati sepinya suasana pantai ini. Karena letih menjelajah goa, kami tepar di saung dermaga di tepi pantai timur. Kapal-kapal bersandar di dermaga bambu ini. Kami rebahan, karena kecapekan dan disapu angin sepoi kami pun terlelap.

Saya terbangun ketika seorang bapak dan anak muda menghampiri kami. Mereka turun ke dermaga dan mulai menyalakan kapal. Si bapak ternyata mau memancing di kapal di tengah laut itu, sedangkan anak muda itu mau ke pantai pasir putih, katanya sih mau memperbaiki kapal yang bocor. Kami diperbolehkan ikut, jadi kami sangat bersemangat dan hoop.. melompat ke kapal.

Pantai Pasir Putih
Pantai Pasir Putih

Ternyata kapal bocor itu kapal Pak Iyus yang kami tumpangi tadi, dan anak muda ini adalah anak Pak Iyus. Pak Iyus sudah menunggu perlengkapan yang dibawa anaknya dan siap memperbaiki kapal. Sementara Pak Iyus memperbaiki kapal, kami kembali mengeksplor pulau ini. Kami baru mau beranjak setelah hari sudah semakin sore, karena takut ketinggalan angkutan ke Ciamis kami memutuskan tidak menunggu senja di pantai barat, tapi kami langsung ke terminal dan menaiki elf ke Ciamis.

Categories
Travelling

[Part II] Pulau Harapan, Berlari Bersama Mentari

Setelah sampai di homestay, saya langsung merebahkan diri di dinding dekat kamar, mendekati kipas angin yang mengirim sedikit kelegaan setelah hampir tiga jam terpanggang matahari seperti cerita saya disini..

Makanan sudah terhidang, rasa lapar memang sudah terasa, sarapan tadi pagi masih belum nendang dan tak bisa menahan perut lebih lama, hehehe..

Kami lahap menyantap makanan yang sudah disiapkan pemilik homestay,  selain rasanya yang nikmat menggoyang lidah, rasa lapar karna lelah sangat mendukung. Tak berlama-lama kami beristirahat di homestay, aroma laut sudah memanggil-manggil dari tadi, jadi bergegas kami ke dermaga dan goo…!

Perahu perlahan meninggalkan dermaga dan menuju pulau-pulau yang akan kami selami. Ada beberapa pulau kecil yang berada di sekitar Pulau Harapan, dan terumbu karang di sekitar pulau-pulau itu terkenal ciamik. Tak perlu berlayar terlalu lama, sekitar setengah jam perjalanan kami sudah sampai di spot yang bagus untuk menikmati indahnya etalase laut itu. Seorang awak kapal menyebur untuk memastikan bahwa tempat perhentian kami ini memang spot terbaik di sekitar pulau kecil ini.

Perlengkapan snorkeling siap terpasang dikepala dan mulut, dan byuurr… satu persatu melompat dari kapal dan mulai asyik menikmati indahnya alam Indonesia. Bagaimana tidak bersyukur kita punya alam seindah ini di Nusantara, sampai-sampai alam indah ini membuat iri negara-negara sebelah. Alam sudah menyuguhkan beribu pesona tak terbantahkan dan sekarang tugas kita untuk menjaga alam ini tetap lestari dan  terhindar dari pengrusakan liar, yah paling tidak berkunjung tanpa merusak harmoni biota yang sudah ada.

Beberapa spot terbaik untuk menikmati terumbu karang di sekitar Pulau Harapan seperti Pulau Kayu Angin Sepa, Pulau Bira, Pulau Bulat, Pulau Papatheo, Pulau Pelangi. Tapi spot terbaik bagiku menikmati coral-coral yang paling bagus itu ada di Pulau Bira. Ada juga Pulau Kotok yang sering dijadikan tempat diving para diver.

Kegiatan snorkeling ini memang memancing rasa lapar cepat muncul kembali, kapal kami kembali melaju ke tepian sebuah pulau. Pulau ini terdapat dua warung yang biasa menjadi tempat persinggahan bagi para wisatawan yang asyik snorkeling di dekat pulau ini. Pulau ini kecil dan tak berpenghuni. Selain kami ada juga komunitas lain yang singgah ke pulau ini. menikmati gorengan dan air kelapa muda memang nikmat sambil memandang ke laut lepas… hihihi..

Agak lama kami bersantai di pulau ini, yah sekalian menunggu teman-teman yang lain yang penasaran untuk mengeskplor pulau ini. Bermain air laut yang putih bening menyapu bibir pantai berpasir putih satu simponi yang indah, menikmati surga yang mungkin esok takkan sama lagi.

Santai di tepi pantai!
Santai di tepi pantai!

Puas menikmati pulau ini, kami kembali beranjak ke kapal dan melipir ke pulau yang lain, ombak agak mengguncang kapal kami sore itu, tapi tak ada yang gentar, pulau-pulau itu masih menanti untuk di eksplor, hihi..

Sore telah datang, kami baru naik ke kapal, tak terasa rasa lelah telah menggelayut setiba diatas kapal, sang mentari perlahan meninggalkan peraduannya di bagian barat, kapal kami bergerak dengan perlahan, hening itu yang saya rasakan, kami bener-bener menikmati aroma sunset walau menikmati sunset di tengah jalan diatas kapal. Kami menikmati setiap detik pergerakannya sampai sisa-sisa binarnya masih terasa ketika kami menginjakkan kami kembali di dermaga Pulau Harapan. Rasa senang tentu saja menghiasi senyum kami sore itu.

senja di harapan

Saya ingat, kamar mandi di homestay hanya dua dan kami ada sekitar 10 orang cewek, jadi saya memilih leyeh-leyeh  dulu bersama Tommy di dekat dermaga. Disini ada semacam pasar malam kecil yang menjual aneka ragam makanan. Kami sengaja mencari makanan yang khas tapi tidak ada, tidak ada yang unik di deretan makanan-makanan itu. Akhirnya saya dan Tommy memilih melahap gorengan di pinggir jalan disamping dermaga..Ehhmm.. yummmyy..saya menyantap gorengan yang masih panas sambil meniup-niupnya biar cepat dingin. ( ngga tahu lapar apa emang doyan, hahaa..  😀 )

Karena capek banget, jadinya tidur pun nyenyak, pagi hari berasa cepaat banget datangnya. Kami bergiliran mandi. FYI, air di kamar mandi homestay di pulau ini tidak tawar, asin, jadi walaupun udah mandi tapi masih berasa kurang segar, hihihi.. jadinya rambut yang dikeramas kalau diraba berasa kasar.

Setelah voting, kami sepakat hari ini kami tidak akan snorkeling, sebagian bilang sudah puas sebagian bilang sudah capek, jadi kami putuskan hari ini benar-benar menikmati pulau dan bibir pantainya. Segera berangkat, kami bergegas kembali ke dermaga. Bapak pemilik kapal kami bersama tiga orang anaknya sudah menunggu kami.

Kali ini saya duduk dekat bapak pemilik kapalnya ( saya lupa nama bapaknya, huhu..).  Bapak banyak cerita mengenai rumahnya yang nun jauh di seberang lautan sana. Pulau Sebira  sekitar 4-5 jam dari Pulau Harapan. Disana pulaunya lebih bagus dan lebih jernih katanya, terumbu karangnya juga jauh lebih bagus. Oooo… saya hanya bisa manggut-manggut, saya pikir Bapak warga Pulau Harapan, ternyata dari pulau yang kalau dipandang dari sini takkan terlihat digaris batas pembelah langit dan bumi. “Disana sudah ada air tawar, jadi kalau mandi ngga perlu pakai air asin lagi,”katanya pula. Widiih, kok lebih canggih yah daripada Pulau Harapan.

Bapak ini lantas mengundang kami untuk datang ke rumahnya, mau siiyy.. tapi,.. tapii.. jauuh banget, butuh satu hari waktu untuk perjalanan saja.. hmm… mungkin lain waktu ada kesempatan kesana.

Kami telah sampai di satu pulau, hari ini kami bebas keliling pulau. Kami menyebar, mencari spot bagus untuk foto-foto (biasaa narsis  hehe..). Eh, tiba-tiba nemu pantai ini, ada tempat duduk yang sengaja dibangun di tepiannya. Saya tak melihat sedikitpun jejak kaki dsini, tandanya belum ada yang menginjak pantai ini yah paling tidak sepanjang hari ini, suasana sepi, suara teriakan terdengar samar disebelah sana, tapi suara ombak yang menghempas pantai lebih terdengar jelas. Angin yang semilir mengelus kulit terasa lembut dan bau pantai yang khas. Nikmat banget dan sejenak saya hanya terdiam dan menatap jaauuuh.. Tatapan terhentak seketika waktu teman-teman berlarian dan berteriak histeris ke pantai tempat saya berdiam itu, seketika pula pantai itu menjadi ramai.

Pantainya sepi, hanya suara ombak dan burung yang terdengar samar
Pantainya sepi, hanya suara ombak dan burung yang terdengar samar

Hari ini kami hanya setengah hari. Tengah hari kami harus kembali ke Jakarta. ada dua kapal penumpang yang siap mengangkut penumpang untuk dihantarkan ke Jakarta siang ini. kapal yang kami tumpangi terlihat semakin penuh. Saya menduga siang ini matahari akan sangat garang bersinar jadi saya minta Tommy agar kami ambil posisi duduk di dalam kapal saja, tapi Tommy menolak dan memilih nangkring diatap kapal, uugghh.. nurut juga deh, daripada pisah, ga asik banget apalagi kapal kami semakin sesak dipenuhi penumpang. Ternyata peminat diatap kapal cukup banyak, sampai kami berebut space dengan tiga orang bule Jepang (dari bahasanya siy Jepang, kok sok tau gini yah hihi).

Setelah lama menunggu, akhirnya kapal melaju, karena kami berada diatas atap dan ombak siang ini lebih ganas dari kemarin, jadi kami terombang ambing diatasnya, sebagian berteriak samar ketika kapal diayun ombak, kami ternyata harus dipanggang kembali, uughh.. saya coba untuk tidur ditutupi handuk lembab, tapi tidak bisa,ombaknya terlalu tinggi untuk menina bobokkan saya, haha… Eh, tapi ada bonusnya ketika saya tidak tidur dan menikmati sepanjang perjalanan pulang ini, mau tauuu… hihi.. sepasang lumba-lumba mulut botol melompat beriringan tepat di sebelah kapal kami. Huuuaahh.. bonus banget ini mah. Lumba-lumba ini tanpa malu menunjukkan keanggunannya dan beberapa kali menampakkan diri. Hmmm.. I love Indonesia. ^^

Categories
Travelling

Carita Berderu

Ini lanjutan cerita saya dari yang sebelumnya disini

Hari yang ditunggu tiba, semua persiapan matang. Yang salah, ternyata Rano lupa mengkonfirmasi kepada ibu warung untuk menyediakan nasi untuk sarapan dan makan siang. Kami sepakat berangkat tengah malam. Ini bukan tak disengaja, kenapa? Tentu masih berkaitan dengan istilah ekonomis, hehe.. kami tak rela mengeluarkan kocek lebih dalam demi penginapan yang ditempati hanya beberapa saat saja. Jadi kami putuskan tidak menginap dengan cara menargetkan tiba di tujuan pagi hari. Maka kami sudah pesankan ke driver bus untuk menjemput kami pukul 12 malam.

Rano panik, ibu warung tak bisa dihubungi, panggilan telpon yang dilakukan berulang kali tidak diangkat, bahkan SMS yang dilayangkan Rano juga tidak mendapat balasan. Tidak mau mengambil resiko untuk iseng-iseng berhadiah mudah-mudahan si Ibu memasakkan kami sarapan, segera keputusan untuk memasak sendiri nasi kami lakukan. Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Teman-teman semakin rame berkumpul. Yeah.. saya belum bilang ya, kami berangkat sekitar 60 orang kali ini. Suatu keputusan nekad pula memasak sendiri bekal untuk nyawa 60 orang. Karena belum ada kepastian dari ibu warung, terpaksa Rano dan beberapa teman beli beras dan mulai masak. Sambil menunggu teman semua komplit, nasi menunggu matang. Suara semakin riuh seiring bertambahnya manusia yang berkumpul. Ibu warung itu membalas SMS Rano hampir ketika tengah malam, sudah tentu agak telat karena nasi sudah bertegger di kompor, akhirnya kami hanya memesan nasi untuk makan siang besok kepada si Ibu.

Kami berangkat pukul setengah dua dini hari, meleset dari perkiraan. Bus melaju menembus gelapnya malam. Tentu perjalanan mulus tanpa ada macet sedikitpun. Ini tengah malam. Jalanan sepi. Mata saya semakin tertahan dan meredup dan seketika terlelap. Saya sama sekali tak merasakan situasi malam yang kami lewati sampai saya tersentak mendengar teriakan histeris teman-teman. Mata saya terbuka mendadak, saya melihat teman-teman melihat keluar lewat jendela bus. Apa yang mereka lihat, semua gelap, mata saya tak bisa menembus gelapnya malam dibalik jendela bus itu, saya juga tak terlalu tertarik untuk melirik lebih dekat. Ah, paling pekikan teman-teman yang ga sabar untuk sampai di pantai, pikirku. Mata saya yang mulai redup kembali tersentak ketika pekikan itu terdengar histeris dengan kata BANJIIR…

Saya melompat mendekati jendela bus, kuusap-usap jendela yang berkabut. Ternyata hujan yang mengguyur Banten menyebabkan banjir dimana-mana. Sangat memperihatinkan. Banjir meluap sampai setengah badan bus, kasian rumah-rumah yang mengambang di pinggir jalan. Jalanan sudah tak terbedakan dengan selokan. Bus bergerak pelan beriringan dengan mobil di depan dan di belakang kami. Hujan deras masih enggan berhenti, saya sedikit khawatir acara hari ini akan hancur berantakan terguyur hujan.

Ini memang diluar dugaan, cuaca hari ini memang sangat berbeda dengan minggu lalu ketika kami melakukan survey ke daerah ini, semua tampak cerah, warna langit yang biru memantulkan warna nya dilaut lepas dan melukiskan warna cerah bersih. Dan kini, semua berbeda. Huh, saya kembali terlelap, banjir itu sekitar pukul tiga dini hari.

Setelah perjalanan lamban terjebak banjir, akhirnya hujan deras berhenti ketika hari menjelang pagi, ini tentu pertanda baik. Acara yang kami susun dengan apik menuju sinyal akan terlaksana dengan baik. Saya merasakan bus membelok ke kanan dan tak lama berhenti di tempat parkiran. Pukul 04.45 kami tiba di Pantai Pasir Putih Carita. Sepi, bahkan petugas di posko tiket masuk juga tak ada. Kami main masuk saja dan mengambil posisi paling cocok untuk parkir. Sebagian turun dari bus, meregangkan tubuh yang sedari tadi kaku terduduk di bangku bus.

Diluar masih gelap gulita. Saya enggan keluar, mata saya masih tertarik dan nikmatnya tidur masih terasa. Saya biarkan tubuh saya terkulai di dudukan bus, hiruk pikuk teman-teman saya hiraukan saja, waktu untuk tidur masih berlangsung. Pukul 06.00 saya terbangun, mengucek mata dan menyegarkan badan. Saya segera turun dari bus, melihat ke sekeliling, masih sepi juga. Saat itu pandangan sudah jelas terlihat. Suara deru ombak juga jelas terdengar, tampaknya ombak laut saat ini lagi tinggi, saya bisa prediksikan berdasarkan suara ombak yang menerjang pantai dengan kasar. Mungkin memang pengaruh hujan deras tadi malam.

Tak lama, lelaki setengah baya menghampiri kami.

“Neng, bayar uang parkir..,” katanya sambil menunjukkan tiket masuk untuk bus seharga 600ribu Rupiah.. “WHAATT! “ saya tersentak membelalak melihat angka di lembaran yang masih digenggamnya. Naluri tawar menawar saya mulai bergerak. “ Pak, ini kan bulan puasa, saya yakin tidak akan rame orang yang liburan, apalagi ke pantai,” celetuk saya. Oh tuhan, agak susah tawar menawar dengan si Bapak. Kami hanya berhasil menawarnya menjadi 500ribu Rupiah. Padahal jurus jitu sudah saya keluarkan, ah lumayan deh. Bener saja sampai siang pantai yang seminggu lalu terekam lautan manusia, kini hanya kami dan beberapa pengunjung di sekitar pantai yang mempunyai garis pantai yang panjang dan landai ini.

Kami menggelar tikar tepat di bawah pohon di tepi pantai, ini spot terbaik. Tempat ini memang menjadi pilihan jitu dengan waktu yang jitu bagi kami yang ingin menyepi. Disini hanya kami yang meramaikan tempat ini, yeah memang terlihat beberapa keluarga kecil bermain air di pojok sebelah sana, namun suara kami mengalahkan ocehan anak kecil itu bahkan deburan ombak terlahap oleh teriakan kami yang sedang beradu. Hah, beradu?

Yups.. tim acara tidak mati gaya untuk membuat acara-acara yang bikin urat-urat leher hampir keluar saling meneriakkan kelompok masing-masing. Tim acara membentuk beberapa kelompok dan membuat permainan-permainan seru. Salah satunya, pertandingan sepak bola pantai antara perempuan tapi semuanya kudu pake sarung diikatkan di dada. Ini permainan seru, apalagi gaya permainan cewek-cewek bermain bola, kemana bola menggelinding, seluruh peserta berlari merebut bola rame-rame. Gelak tawa pecah dan teriakan beradu tatkala bola sampai dikuasai pihak lawan. Permainan bola para laki-laki tampaknya lebih ahli. Gerak geriknya lebih luwes ketimbang cewek-cewek yang sambil menendang bola sembari teriak histeris. Mereka memang sudah terbiasa main futsal.

Main bola pake sarung
Main bola pake sarung

Acara bebas tentu ada juga. Pihak pengelola menyediakan wahana banana boat bagi yang berminat menerima tantangan yang memacu adrenalin. Banana boat itu ditarik oleh speedboat  sampai ke pulau kecil di suatu sudut yang terlihat dari pantai ini dan sebelum tiba di daratan itu, banana boat itu akan digulingkan dan penumpang akan terjungkal ke air dan siap-siap berenang. Tapi tenang saja, tidak akan tenggelam bagi yang tidak bisa berenang karena pelampung siap menyelamatkan nyawa dengan mengapungkan tubuh kita.

Tapi saat itu saya kurang tertarik dengan wahana itu. Ombak yang berderu sejak pagi tadi lebih kuat menarik saya dan bermain bersamanya. Pantai saat ini memang kurang baik, agak keruh. Hujan yang baru berhenti subuh tadi sangat perperan penting dalam mengeruhkan pantai ini. sudah ombaknya tinggi dengan angin yang tidak bisa dibilang sepoi, airnya juga terlihat keruh. Langit memang sedang tidak secerah minggu lalu, tapi saya masih bisa bersyukur, hari ini hujan tidak kembali datang. Pantai yang agak keruh karena angin yang mengayun ombak menghempas pantai tidak menyurutkan kami bermain-main diayun ombak.

Ombak kencang itu tidak menggetarkan ketakutan kami, malah kami lebih menikmati ombak yang datang dengan tinggi nya. Kami dengan papan selancar ditubuh menanti ombak tinggi untuk menghempaskan tubuh kami ke tepi pantai. Berulang dan kami tergelak. Pasirnya bersih, pandangan luas, seluas mata memandang, bahkan tak terbentur oleh tubuh manusia. Ini memang pilihan yang tepat dan waktu yang tepat.

Saat bulan puasa, Sepi !!
Saat bulan puasa, Sepi !!

Dimana pun, bila bermain di air pasti bawaannya lapar. Begitupun kami, makan siang seadanya dilahap tanpa celetukan dari setiap mulut yang kelaparan. Makan siang ini terasa nikmat diiringi deburan ombak yang masih kasar menyentuh pasir pantai, kami menikmati setiap rasa yang terhidang, makanan itu tampak sederhana namun nikmat dilidah. Nyam..nyam.. air laut itu sukses merampas energi kami untuk sesaat dan kelaparan yang melanda membuat kami melahap apa saja yang sudah disediakan panitia.

Sore hari, menjelang pulang hujan rintik-rintik kembali pelan-pelan datang. Dengan sigap, kami membereskan semua barang yang terserak dan berlarian ke bus sebelum hujan benar-benar menguasai bumi. Rasa lebih namun bahagia ringan kami rasakan, penat yang terkukung sebelum melihat pantai, kini terlepas dan terbawa angin ke tengah laut. Saya ucapkan selamat tinggal pada penat dan selamat datang jiwa yang baru dengan pikiran segar dan semangat yang bergelora.

Categories
Travelling

Kisah Sebelum Membelai Carita

Bertepatan dengan menyambut bulan puasa tahun 2013 ini, saya bersama teman-teman yang senasib sepenanggungan menjadi perantau sejati (tidak pulang ke kampung halaman) memutuskan untuk meregangkan otot-otot saraf yang mengencang sepanjang minggu-minggu terakhir kesibukan kerja menjelang bulan puasa. Setelah perdebatan sengit, akhirnya kami memutuskan untuk menjelajah ke pesisir pantai di seputaran Banten.

Tentu sudah tidak menjadi kabar baru bagi para pemburu alam bahwa Banten menawarkan pantai-pantai yang masih bersih dan masih menjadi pilihan terbaik saat ini karena lokasinya yang cukup dekat dengan ibukota kita tercinta ini tempat dimana kami dan segerombol orang bermukim. Trus nanti ngapain aja disana??

Akhirnya, terpilihnya lima orang menjadi tim kecil yang mengurusi segala titik bengek persiapan sebelum meluncur ke TKP. Tim kecil ini sebut saja tim volunteer yang siap mengemban tugas dan merelakan waktu dan tenaga demi kesuksesan acara bermain ini. Kami mulai browsing mencari informasi selengkap-lengkapnya mengenai pantai Banten. Pantai mana yang akan kami tuju, berapa lama perjalanan, bagaimana dengan konsumsi, transportasi. Yeaahh.. bagaimana layaknya panitia, itulah yang sedang kami lakoni.

Kami ingin memberikan yang terbaik dan membuat acara yang murah meriah dan bahagia. Pertemuan tim pun kami adakan demi mematangkan rencana dan menimbang-nimbang alternatif terbaik seperti apa yang akan kami suguhkan kepada teman-teman tercinta ini.

Untuk transportasi tidak sulit mendapatkan bus yang sesuai dengan budget kami. Yeahh berhubung saat itu bulan puasa bagi umat muslim, mungkin tidak banyak orang yang berwisata ke pantai. Buktinya banyak bus yang kami telpon sangat bersedia untuk mengantarkan kami ke tempat wisata itu. Nah, tentu harga harus getol untuk menawarnya karena mereka kerap berkelit karena puasa maka tips untuk driver lebih mahal. Jurus negosiasi harga terpaksa dikeluarkan bila situasi tak mendukung seperti itu.

Dengan perhitungan detail akhirnya untuk konsumsi, kami memutuskan untuk memasak sendiri lauk pauk, tinggal nasi yang akan kami beli di sekitar Banten. Rano dan beberapa teman siap membantu untuk memasak bekal kami nanti. Tentu ini sangat meringankan biaya perjalanan. Kabarnya jalan menuju sekitaran pantai Banten sudah bagus, jadi perjalanan tidak akan terlalu lama seperti yang dulu-dulu yang katanya bisa sampai enam jam perjalanan. Namun kabar ini pun masih diragukan beberapa pihak teman yang akhirnya kami memutuskan mengutus beberapa untuk melakukan survey seminggu sebelumnya.

Tujuan kami survey selain untuk melihat jalanan dan berapa lama sebenarnya jarak tempuh Jakarta Banten saat ini, kami ingin menentukan pantai mana yang sesuai dengan keinginan kami dan cocok untuk tempat kami bermain nantinya. Selain itu, kami mencari dimana tempat untuk memesan nasi, yeah..cukup nasi saja.. hehee..

Dan entah kenapa, penentuan siapa yang akan berangkat survey saja ternyata sangat runyam sodara-sodara. Semua ingin ikut survey, ternyata kebanyakan tidak sabar untuk menyapa nyiur melambai di pesisir Banten itu. Setelah berebut siapa yang akan berangkat, ternyata pada kenyataannya yang akhirnya bisa berangkat hanya bertiga.. krik..krik.. telpon si ana si anu susah dihubungi, masih pada molor di kosan masing-masing. Alhasil kami berangkat saja tanpa ada satu orang pun diantara kami bertiga yang tahu jalan.. haha, sangat gambling tapi kami pasrah saja deh.

Petunjuk jalan menuju Banten ditambah berbekal hasil browsing dari internet, ternyata tidak susah untuk mencapai pantai. Jalanan ternyata sudah bagus dan mulus, walaupun masih ada beberapa sisi jalan yang mengalami perbaikan. Katanya sore hari masih diberlakukan sistem buka tutup. Kayak jalan ke puncak saja ya. Perjalanan kami mencapai Banten ternyata cukup sekitar tiga jam.

Banten, yeah kami sudah berada di daerah Banten, aroma pantai sudah tercium setelah melewati Krakatau steel. Setelah makan di pinggiran jalan, kami mulai memilih pantai mana yang akan kami masuki. Pantai pertama tentu pantai yang terdekat yang kami dapati. Namanya pantai pasir putih, kami masuk dan ternyata dipungut biaya 70 ribu rupiah karena bawa mobil. Agak tercekat mendengar harga yang harus dibayar, mahal bo..

Pantai ini sangat tidak terurus menurut penilaianku. Ada beberapa saung kecil dan tentu lengkap dengan penunggunya yang menawarkan tikar bertarif. Pantainya sangat luas namun agak kotor. Mungkin karena banyak pengunjung yang kurang menjaga kebersihan. Entah kenapa dibilang pantai pasir putih, yang terlihat pasirnya cenderung kehitaman. Kami Cuma sebentar disini, pantai ini tidak masuk kualifikasi kami.

Setelah menyusuri jalanan dipinggir pantai ternyata kebanyakan pantainya memang mereka namai pantai pasir putih. Agak membingungkan memang, tapi begitulah. Kami akhirnya berhenti di Karang Bolong. Kenapa karang bolong, ternyata pantai ini tidak begitu landai dan sebagian pantainya berkarang sehingga kurang cocok untuk berenang,tapi tidak berarti pantai ini tidak bisa digunakan untuk berenang. Di Banten, pantai mana sih yang sepi peminat? Hehe.. Sepanjang pantai yang kami lewati, semua penuh dengan hamparan manusia yang membanjiri laut. Selain itu ada batuan besar yang membentuk karang dan di tengahnya bolong dan memperlihatkan pantainya yang eksotik. Tepat di depan karang yang bolong itu berdiri satu saung yang agak tinggi, sehingga pengunjung juga bisa menikmati sentuhan angin laut yang lembut dari saung ini.

Pantai Karang Bolong

Dipikir-pikir, Karang Bolong lumayan asyik dan lebih bagus dari pantai sebelumnya. Namun kami masih belum puas, kami masih mau mencari, lagi pula masih ada waktu sebelum mentari semakin kesudut barat. Mobil melaju, kami masih bersemangat, yuhuu…

Beberapa gerbang menuju pantai yang entah apa namanya kami lewati, dan kami berhenti di pantai yang namanya jelas-jelas dibilang pantai pasir putih Carita. Banyak bus yang berbaris di parkiran. Hmm.. tampaknya peminat di pantai ini lebih banyak, kami mencari parkir yang nyaman diluar kawasan pantai. Kami masuk ke dalam jalan kaki, saya melongok ke tukang tiket, tapi tak ada orang. Orang-orang juga lalu lalang begitu bebasnya, maka dengan inisiatif tinggi kami masuk saja melewati palang yang melintang di depan kami.

Saya agak terkejut melihat begitu ramainya orang membanjiri pantai ini, ini jauh lebih ramai dari pantai-pantai yang kami lihat sebelumnya, bahkan melebihi kapasitas bus-bus yang berderet diparkiran itu. Ramai banget dan pantai ini sangat luas, aneka wahana seperti berenang dengan ban, banana boat juga ada beberapa disini. Ahaa.. ini sepertinya sesuai dengan kualifikasi kami. Kami mencari warung yang bisa menyediakan nasi untuk kami nantinya.

Pantai sebelum bulan puasa
Pantai sebelum bulan puasa

Setelah semuanya beres, sebelum beranjak pergi meninggalkan Banten, kami menikmati sore sambil menyantap makanan seafood yang lezat di tepi jalan. Sambil memandangi jalanan yang macet karena efek sistem buka tutup yang diberlakukan sore itu, jalanan benar-benar tak bergerak di satu sisinya. Sedangkan sisi lainnya lancar tanpa rintangan. Malam semakin temaram ketika kami tiba kembali di Jakarta dan saya sudah tak sabar menyentuh kasur setelah seharian berkeliaran hari ini.

Categories
Travelling

[Part I] Pulau Harapan, Berlari Bersama Mentari

Tidak jauh dari Jakarta menjadikan Kepulauan Seribu menjadi pilihan destinasi bagi para penikmat alam. Pulau Harapan merupakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Dari ratusan pulau-pulau yang bertebaran di Kepulauan Seribu, Pulau Harapan menjadi salah satu tujuan favorit para wisatawan. Selain waktu tempuh yang masih relatif dekat dan cara menjangkaunya juga tidak sulit, Pulau Harapan menawarkan keindahan yang tidak kalah saing dengan pulau-pulau di daerah lain.

Perjalanan kami berawal dari Muara Angke. Dermaga nelayan yang juga menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal penumpang menuju pulau-pulau di Kepulauan Seribu seperti Pulau Harapan, Pulau Tidung dan Pulau Pari. Sabtu pagi-pagi sekali saya harus sudah berangkat dan berusaha sebelum pukul 07.00 pagi tepat tiba di dermaga. Kalau telat sampai di dermaga muara angke jangan harap bisa menunggu kapal berikutnya.

Pagi itu saya bangun kesiangan, entah kenapa alarm yang sengaja saya pasang tak berbunyi. Karena hari terasa begitu cepat siang dan terang benderang, saya memutuskan untuk naik ojek menuju Muara Angke. Saya masih membayangkan kemacetan yang luar biasa setelah mendekat Muara Angke waktu saya dan teman-teman ke Pulau Tidung di Tahun sebelumnya. Saya tidak mau gara-gara ketinggalan kapal saya tidak bisa bersantai di tepi pantai sore ini.

Inilah saatnya saya berlari bersama sang mentari pagi yang semakin menunjukkan taringnya. Setelah tawar menawar harga, saya sepakat dengan bapak ojek membayar dua puluh ribu Rupiah sampai di depan pom bensin di pinggir dermaga Muara Angke. Saya tidak lupa pesankan pada bapak ojek untuk ngebut sekencangnya karena kapal akan segera berangkat. Bapak ojek sangat mengerti kepanikan saya sampai ojek melaju sangat kencang, saya sempat agak deg-deg an karena saking kencangnya, ojek yang saya tumpangi hampir menyerempet sepeda motor lain yang tiba-tiba melaju dari arah berseberangan. Bapak ojek sempat memaki tapi tetap fokus dan menyelip di antara mobil-mobil yang berhenti karena macet total.

Teman saya sampai menelpon beberapa kali karena kapal sudah mau berangkat. Mereka ternyata sudah berada di kapal dan tinggal saya dan Tommy yang masih belum naik. Kepanikan semakin menjadi ketika mendekati dermaga, jalanan sangat macet luar biasa. Untung bapak ojek tahu jalan kecil untuk mencapai pom bensin. Memasuki jalanan kecil yang becek dan bau amis saya mengangkat kaki agar tidak terciprat air jalanan yang becek.

Setelah membayar ongkos ojek, kami sedikit berlari menuju dermaga, jalan menuju dermaga persis disamping pom bensin ada terowongan dan kami masuk ke dalam dan terlihat begitu banyak kapal bersandar. Pun begitu, ternyata orang yang lalu lalang ternyata jauh lebih banyak. Saking banyaknya kami sempat bingung menemukan rombongan yang diperparah karena kami belum kenal teman-teman satu rombongan. Saya mulai memperhatikan tampang orang-orang yang hilir mudik. Tampang mereka kebanyakan memang seperti ingin menyeberang ke pulau, tapi rombongan saya manaa??

Kepanikan semakin memuncak, manusia tumpah ruah. Sebagian sudah mengantri untuk menaiki kapal menuju pulau masing-masing. Para wisatawan berebutan dengan penumpang domestik yang memang tempat tinggalnya di Kepulaun Seribu. Sang mentari pagi ini memang agak menggigit, sebenarnya kawasan dermaga ini kurang kondusif untuk menampung ribuan wisatawan yang ingin menggapai nikmatnya angin sepoi dan deburan ombak di pesisir pantai di gugusan pulau di Kepulauan Seribu.

Kapal penumpang berjejer berdampingan dengan kapal nelayan. Padatnya aktivitas dermaga yang tidak dibarengi dengan pemeliharaan kebersihan dan kenyamanan menyebabkan dermaga ini tampak kotor dan kumuh. Airnya yang keruh kecoklatan lengkap dengan bau amis terbawa angin semilir. Pun begitu, orang-orang terus berdatangan. Ternyata, Kepulauan Seribu telah menunjukkan pamornya di mata para penikmat alam yang haus akan alam-alam yang eksotis.

Saya bolak balik menelpon teman, katanya mereka sudah menaiki kapal dan kapalnya sudah mau berangkat. Saya mulai memperhatikan kapal yang mana yang mereka naiki. Kami harus berteriak-teriak di telpon karena suara kami memang lenyap di telan suara ratusan orang yang mempunyai kepentingan yang sama.

Akhirnya saya melihat lambaian tangan. Berdasarkan cirri-ciri yang dia sebutkan, yeah.. mungkin itu memang orang yang saya cari. Saya mulai mengantri dibelakang ibu-ibu yang membawa anaknya dan melompat dari satu kapal ke kapal yang lain untuk mencapai kapal yang kami tuju. Saya dan Tommy akhirnya tiba di kapal yang akan membawa kami ke Pulau Harapan dengan terengah-engah dan masih bersyukur tidak ditinggal. Kapal ini sudah dipenuhi puluhan orang yang sibuk mencari posisi yang paling nyaman. Berhubung perjalanan ini adalah perjalanan serba ekonomis, maka kapal yang kami naiki juga super ekonomis, semua penumpang bebas duduk dimana saja asal tidak menghalangi nakhoda dan awak kapal selama menjalankan tugasnya.

Saya sadar kalau saya memang telat, dan itu impas dengan mendapatkan tempat di pinggir kapal dan menahan teriknya matahari pagi itu. Karena kapal bertumpuk, maka kapal kami sulit untuk keluar dari tumpukan kapal-kapal lain. Penumpang bergencetan duduk dimana saja, ada yang berdiri termasuk kami yang duduk di pinggir kapal disamping pintu tempat singgasana sang nakhoda.

Waktu berlalu, kapal semakin menjauh dari tepian dermaga, hiruk pikuk para penumpang yang masih berusaha menggapai kapal masing-masing masih terdengar samar. Matahari tepat mengarah ke tempat kami bersandar. Sinarnya persis menampar wajah saya sampai saya harus memicingkan mata dan menarik kain pantai dari ransel untuk menutupi muka saya.

Perjalanan ini akan berlangsung selama kurang lebih tiga jam, dan saya tidak rela kulit saya gosong duluan sebelum mencapai bibir pantai Pulau Harapan. Berusaha membaluti tubuh dengan kain pantai, menimbulkan penyesalan kenapa ga bawa topi atau jaket.

Ngantuk tertahan diantara menangkis  teriknya matahari dan kapal yang bergoyang diayun ombak laut yang lumayan besar. Tidur tak nyenyak namun sangat mengantuk membuat kepala saya pusing dan ingin mengakhiri semua ini. Tapi ini dimanaa?? Ini di tengah laauuutt.. hhuuhhh.. pilihan terakhir hanya bisa bertahan dan berharap semua ini cepat berlalu.

Untuk menghibur diri, saya pandangi penumpang lain yang meringkuk disela lututnya, yang lain pasrah dan berpura-pura menikmati matahari garang itu. Yang lainnya memaksakan diri masuk ke dalam yang tentu juga tetap panas plus sesak karena rame banget. Yang lain lagi, sama seperti saya, berusaha menarik apa saja yang bisa menjadi pelindungnya dari panas matahari yang semakin mendidih.

Cuaca hari itu memang sangat bagus, tidak ada rintangan berarti selama perjalanan itu. Disela-sela ngantuk saya, saya menguping pembicaraan penumpang dengan salah seorang yang lain yang menurut saya sangat mengenal Kepulauan Seribu ( mungkin dia awak kapal atau mungkin tour guide-nya, ah entahlah). Saya juga ikut manggut-manggut saat sang wisatawan itu manggut-manggut tanda paham.

Setelah dipanggang hampir tiga jam, pulau-pulau mulai kelihatan. Saya dan Tommy mulai tebak-tebakan, di pulau yang mana kapal kami akan bersandar.. Yeaahh.. lewat, bukan pulau inii.. tebakan saya salah, ternyata kapalnya terus melengos melewati pulau yang sudah menyambut. Ternyata pulaunya masih berada dikejauhan.. hm..hmm.. hm

Sepertinya kapal mengarah ke Pulau yang terlihat besar diantara pulau-pulau kecil disekitarnya. Dan terang saja, kapal kami semakin mengarah ke Pulau itu. Yesss, saya berteriak dalam hati, ternyata penantian panjang ditambah perlawanan terhadap tambaran matahari terbayar, laut biru gradasi biru muda mulai mengeluarkan pesonanya. Jelas ini sangat berbeda dengan pemandangan di dermaga Muara Angke yang sudah tiga jam yang lalu kami tinggalkan. Awal kapal melempar jangkar dan menikatkan tali di tepian dermaga Pulau Seribu. Dan Hup..hup.. penumpang melompat satu persatu ke dermaga.

Tulisan selamat datang di Pulau Harapan menyambut kami, leher, lengan dan pinggang aku putar-putar untuk membuatnya kembali ke posisi semula. Meringkuk selama tiga jam di cuaca yang mendidih seperti tadi cukup membuat tulang-tulang saya remuk dan meretak ketika di putar-putar. Setelah bergabung kembali dengan rombongan, bersama kami jalan-kaki menuju homestay. Homestay kami tepat dipinggir pantai Pulau Harapan, dekat dengan dermaga. Tentunya ini menjadi posisi yang sangat strategis untuk memandang dan menikmati laut tanpa batas.

Menanti Desiran Ombak
Menanti Desiran Ombak

-bersambung-

Categories
Lomba Travelling

Selalu Ada Alasan Kembali Ke Ancol

Ancol sudah berdiri sejak tahun 1966 yang ditujukan sebagai kawasan wisata terpadu oleh Pemerintah DKI Jakarta. Kawasan ini kini tak pernah sepi pengunjung dan menjadi tempat pertemuan ribuan masyarakat baik dari dalam atau luar kota Jakarta. Hal ini menjadikan Ancol salah satu icon wisata favorit di Jakarta. Kenapa tidak, banyak orang tidak hanya sekali datang tapi berulang-ulang, bahkan orang yang datang pertama kali akan langsung jatuh cinta untuk menikmati fasilitas yang disediakan.

Sungguh tak bosan, beragam arena wisata ataupun hanya sekedar bersantai dan bermain air di pantai utara Jakarta ini, masyarakat berbondong-bondong datang ke Ancol, setiap hari selalu diramaikan apalagi waktu akhir pekan datang, Ancol ramee dan padaat…

Bagi saya, selalu ada saja alasan untuk kembali ke Ancol, apakah menikmati wahana di dufan, atau berenang atau hanya sekedar olahraga di sekitar pantai Ancol bahkan pernah sampai curhat-curhatan dengan beberapa teman di dermaga Ancol, begadang sampai pagi… hahaa.. itu memang gila!

**

Pertama kali ke Ancol ketika saya masih kuliah di Bandung.

Bersama  empat orang teman saya Nina, Nisa, Mia, Indah, kami akhirnya mengatur itinerary perjalanan yang murah meriah dan tujuan utama adalah Ancol. Berangkat dari Bandung naik kereta ekonomi menuju Bekasi (rumah Indah). Setibanya di rumah Indah langsung disambut makanan enak buatan mama Indah, yummy… (mama Indah memang jagonya bikin makanan enak, cocok buka usaha makanan :D)

Malam berlalu dan pagi pun datang, semua pada cepat bangun, tidak sabar cepat-cepat sampai di Ancol dan main sepuasnya. Tadi malam mama Indah sudah pesan taksi untuk jemput dan mengantarkan kami pagi ini. Taksi sudah menunggu di pintu gerbang dan kita pun bergegas. Berhubung kami berlima dan berenam dengan si Mbak taksi (drivernya cewe juga J ) dan boleh dibilang badan kami ga ramping-ramping amat, jadi terpaksa kita harus pintar mengatur posisi duduk supaya semua dapat ditampung taksi. Dan terpilihlah Indah duduk di depan disebelah Mbak taksi. (posisi duduk di depan berdasarkan ukuran tubuh hihih 😛 )

Taksi melaju, kami tak bisa diam barang sejenak di dalam taksi, obrolan sudah sampai kesana kesini, tertawa pun tak bisa dikontrol, mbak taksi hanya bisa pasrah mendapat penumpang seperti kami haha.. Mulai masuk daerah Jakarta, eh iya saat itu lagi musim hujan dan Jakarta lagi disibukkan dengan banjir dimana-mana. Dari atas fly over yang kami lewati, kami bisa menyaksikan mobil-mobil yang berjuang melewati daerah banjir. Saat itu kami hanya bisa berharap mudah-mudahan Ancolnya ga ikutan banjir dan cuaca ga hujan.

Kurang lebih satu jam kami tiba di loket masuk Ancol, beli tiket dan langsung ke dufan.. Kami memang sangat beruntung saat itu, cuaca cerah, dapat tiket diskon karena menggunakan debit BNI pada saat itu, weekdays sehingga bayangan ngantri sana sini jauh-jauh dari kami. Ini baru liburaaan yihaa…

Karena dekat gerbang masuk maka wahana yang pertama kami coba adalah cora-cora… padahal kata orang-orang seharusnya cora-cora belakangan saja karena walaupun kelihatan gampang dan ‘cuma gitu doang’ tapi kalau sudah dinaiki pas turun kaki lemes dan gemetar.

Ketika kami naik dan memilih duduk dipaling pojok which is terbangnya akan lebih tinggi dibandingkan duduk di tengah kapalnya, kapal mudah bergerak dan mengayun, uuuugghh…  dan bener saja, jantung rasanya seperti sudah berhenti berdetak dan ngap-ngapan bernafas susah, pegangan erat-erat dan teriaakk.. waaaaaaaaa….

Awalnya saya kapok menaiki wahana yang lain, dalam pikiran saya, ini gilaa, bukan refreshing malah nambah penyakit. Satu lagi yang bikin saya trauma, wahana tornado. Uhugh.. mata saya pejamkan dan pegang erat-erat alat yang mengapit tubuh saya,sungguh ini akan membuat saya mati lemas, sampai mual saya turun dari wahana tornado. Tapi teman saya ketagihan, berhubung tidak ada antrian, jadi sesuka hati naik mau berapa kali, kali ini keempat teman saya menarik tangan saya sampai menyeret saya untuk naik tornado sekali lagi, ampun deh.. perlawanan sempat saya lancarkan, tapi apa daya mereka berempat menarik saya, dan saya pun tak kuasa #halah.. hahaa

Tornado
Tornado

Ceritanya sekalian difoto bareng nanti waktu naik tornadonya, memang disini juga ada jasa untuk memfoto ketika kita naik tornado, yeah.. hitung-hitung sebagai kenang-kenangan dari dufan hahaa..

Akhirnya saya mengalah dan ngikut teman naik tornado sekali lagi, sambil menarik nafas, sebelum tornadonya bergerak dan mengangkat kita, Indah sempat bilang kalau naik wahana pasrahkan tubuh kita ke alatnya, aman kok, jangan tegang dan jangan tutup mata. Ok ok, saya akan coba, saya berkata dalam hati…

Badan mulai terangkat makin tinggi dan tinggi lagi, petugasnya mulai memainkan sesuka hati, memutar-mutar, memiringkan, diputar-putar lagi.. Saya mulai rileks dan tidak terlalu berpegangan pada alat, mata saya buka, mulai melihat ketinggian dan badan saya diputar-putar, saya sungguh pasrah ke alatnya dan percaya saya aman didalamnya.

Dan ajaib, tak ada mual, tak ada kaki yang bergetar, tak ada ketakutan yang luar biasa, yang ada hanya teriakan bahagia, baru ini saya menikmati wahana ini, bukan lagi teriakan ketakutan tapi teriakan seru-seruan, dan teman-teman sampai tak percaya ketika petugasnya bertanya  “lagi? Lagi?” Dan saya berseru “lagiiiii…”

Mia sempat meyakinkan saya, “Serius Rik, mau lagi?” saya mengangguk.. jreng jrengg… akhirnya kami serempak bilang “lagiiiii…” percaya tak percaya, akhirnya kami menaiki tornado tujuh kali putaran.. hahahaa… ketika turun, malah asyik dan ringan rasanya, ploong banget setelah beberapa lama teriak-teriak.. hihihihi…

Kincir Angin
Kincir Angin

Sebisa mungkin semua wahana kami naiki, tapi nyali saya masih tidak terlalu kuat untuk menaiki kincir angin, hahaha… jujur, ntah kenapa saya langsung ciut melihat orang-orang yang lagi diputar-putar diatas sana. Pengalaman pertama yang sangat berkesan. 😀

**

Ketika Ibu saya ke Jakarta, saya juga mengajak beliau ke dufan, tapi setelah menaiki cora-cora beliau menyerah karena ketakutan, hihihi… Akhirnya, beliau hanya mau menaiki wahana yang tidak bikin jantung berhenti berdetak seperti arum jeram.  sayangnya kami kesana ketika weekend dan dufan ramai bukan main, sampai waktu habis di antrian ke satu wahana, alhasil hanya sedikit wahana yang bisa kami nikmati. Beliau takjub dan katanya “kok bisa ya pada berani naik wahana-wahana ekstrim ini, sangat menguji nyali”.

With Mom :D
With Mom 😀

Selain dufan, banyak tempat rekreasi yang disediakan Ancol, seperti berenang seru di Atlantis sambil menikmati kolam ombak, kolam apung dan kolam jeram. Ada Ocean dream samudra dengan underwater show nya dan banyak lagi yang menarik dan seru.

**

Selain bermain di dufan, selalu saja ada alasan untuk ke Ancol. Pernah, suatu waktu hanya sekedar lari pagi, saya bersama teman-teman bela-belain ke Ancol dan lari santai disekitar pantai Ancol, ternyata rame juga orang bersantai dan berolahraga disini. Suasana memang menyenangkan dengan hembusan angin pantai yang melegakan.

Ancol memang selalu ramai tak kenal waktu, sampai ketika kami memutuskan singgah sebentar di Ancol setelah mengikuti kegiatan di suatu tempat (padahal tempatnya jauh dari Ancol tapi diusahakan singgah 😀 ) dan waktu sudah menunjukkan sekitar pukul sebelas malam. Dan ternyata oh ternyata, bukannya sepi tapi malah ramai banget keluarga-keluarga yang bersantai ria sambil menggelar tikar di tepi pantai, lengkap dengan perlengkapan makanannya serasa piknik di tengah malam.. hahaha..

Dan lagi, banyak anak-anak yang berenang di pantai Ancol, oh My, ini sudah pukul sebelas malam tapi suasananya kok seperti lagi sore hari, hahaha… saya tak habis pikir melihat pemandangan ini.. Katanya siy, biasanya mereka bersantai ria sampai agak tengah malam sampai tertidur ditepi pantai diterangi cahaya sang rembulan malam. Suasananya romantis yag, hahaa..

Dan hal gila juga pernah saya lakoni dengan beberapa teman, begadang di dermaga Ancol sambil curhat dari hati ke hati, tak terbayangkan hembusan angin pantai sampai menusuk tulang dan kami tak bergeming, sempat di tengah malam nan syahdu itu hujan rintik-rintik turut meramaikan, bukannya pulang kami malah mencari tempat untuk berteduh dan melanjutkan curhatan dari hati ke hati. Kami baru menyadari sudah satu malam kami duduk membentuk lingkaran kecil di tepi pantai itu ketika surya pagi mulai menampakkan sinarnya.. Jam enam pagi, mata mulai tak karuan dan beranjak pulang.

Ancol memang sangat cocok untuk melepaskan penat, berlibur bersama teman-teman, bersama kekasih dan bersama keluarga. Saya yakin kamu ingin merasakan pengalaman seru dan menarik bersama Ancol. Selamat berlibur!

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog dengan tema “Pengalaman Seru dan Menarik bersama Ancol” yang diselenggarakan oleh Kompasiana dan Ancol.

Categories
Travelling

Kepulauan Karimun Jawa

Keinginan untuk mampir menikmati sensasi bawah laut kepulauan karimun seperti yang banyak orang ceritakan dan foto-foto mereka yang sudah kesana sangat bagus membuat iri saya dan teman saya. Maka kita sudah merencanakan berangkat tanggal 14 Maret 2013 dari Bandung. Awalnya pengen backpacker ria dengan modal mencari informasi sebanyak-banyaknya melalui artikel dan cerita orang-orang. Namun berhubung kami belum ada satu pun yang pernah kesana maka tidak ada bayangan jelas bagaimana pengurusan seperti tiket kapal, penginapan dan penyawaan alat snorkel.

Maka sekitar seminggu lebih sebelum berangkat kami memutuskan untuk mencari travel agen saja. Dan hal ini sudah pasti terkesan terburu-buru dan kurang perencanaan, kalau orang lain mungkin sudah memesan travel agen jauh-jauh hari sehingga tidak kesulitan.

Dan memang agak kesulitan bagi kami mencari travel agen karena sebagian besar travel agen bilang trip ke karimun sudah penuh. Dengan keyakinan yang pasti dan keinginan yang sudah tak terbendung lagi untuk segera menikmati indahnya surga bawah laut bumi karimun,  kami tetap berusaha mencari dan akhirnya menemukan travel agen yang sangat beruntung karena bersedia membantu kami untuk trip ke Karimun Jawa.. yiiihiii… semangat semakin memuncak mendekati hari H keberangkatan, maklum semua memang banci jalan-jalan. Hahaha..

Berhubung travel agen kami ini tidak menyediakan bus Bandung-Jepara PP alias meeting pointnya di pelabuhan Kartini Jepara, jadi kami harus mencari bus PP Bandung-Jepara.

Dari info yang saya terima, katanya kalau dari Bandung naik bus kramatdjati saja. Maka saya mulai browsing dan mendapat tiket kramatdjati diskon untuk rute Bandung-Jepara yang hari Kamis tanggal 14 Maret 2013. Yang semula seharga 95ribu rupiah per orang menjadi 72ribu per orang. Langsung lah saya pesan untuk 5 orang untuk keberangkatan saja dulu.

Dan ternyata oh ternyata, si agen bilang kalau kapal tidak jadi berangkat hari Jumat tanggal 15 Maret 2013 karena faktor cuaca, jreeeng… tiket bus nya kan sudah dibeli… huufftt.. mikir lagi niy kita..

Dan jadwal keberangkatan dari pelabuhan Jepara menjadi Sabtu, 16 Maret 2013. Kegalauan sempat terjadi, apakah kita tetap berangkat hari Kamis malam dan main dulu di Jepara menunggu hari Sabtu atau merelakan tiket bus yang sudah terlanjur dibeli.. hmmm…

Yang bertugas untuk menghubungi si agen kan Kak Rahma. Saya ga tau jurus apa yang dia bikin dan akhirnya agen mau antar-jemput kami Bandung-Jepara PP 100ribu per orang. Angin seger berhembus kembali dan kami langsung meng-iya-kan. Tawaran tak datang dua kali kawaaan. Haha..

Dan memang secara kebetulan,agen mau sekalian mengantar peralatan snorkel ke Karimun, timing nya memang pas banget.. ya gimana yaa, kami memang selalu dinaungi dewi keberuntungan.. hehehe

Jumat malam, 15 Maret 2013, kami berangkat meninggalkan Bandung menuju Jepara sekitar pkl 20.00. kami berlima cewek + satu driver alias agen kami tercinta (cowok) dengan mobil pribadinya. Peralatan snorkel yang bakal dia antar ke Karimun di mobil satu lagi yang nguntit kami dari belakang.

here we are (left-right : Rika, kak Bunga, Enjel, Kak Frida, Kak Rahma)
here we are (left-right : Rika, kak Bunga, Enjel, Kak Frida, Kak Rahma)

Aura excited sangat terasa, sepanjang malam kami lalui bersama tanpa adanya keheningan sejenak. Ada saja yang mau diceritakan menjadi bahan lolucon, menjadi ocehan humor sampai ngakak tak henti sampai wajah pegel dan perut keram karna tertawa berkepanjangan. Pada intinya, malam itu kami lalui dengan tertawa berkepanjangan. Hahaha

Malam semakin larut, karena kelelahan tertawa, satu persatu mulai terdiam dan terlelap. Hanya agen dan kak Rahma yang bertahan melek sampai tujuan.

Pagi mulai datang, dibalik kaca mobil yang terus melaju, saya dapat menikmati sunrise yang mulai muncul di balik rumah-rumah dan persawahan yang kami lalui. Indah dan berdecak kagum, karna sunrise kali ini indah banget walaupun masih diperjalanan.

Tiba di pelabuhan kartini di Jepara pkl.07.00 hari Sabtu, 16 Maret 2013. Berhubung kami akan menggunakan kapal express Bahari yang berangkat pkl. 11.00 jadi kami masih ada waktu untuk sarapan dan nongkrong.

Kapal Express Bahari di dermaga Kartini,Jepara
Kapal Express Bahari di dermaga Kartini,Jepara

Terlihat dari jauh kapal express Bahari mulai merapat ke dermaga, kami siap-siap untuk mengantri dan menggenggam tiket masing-masing. Kata mas agen siy, weekend begini sangat susah mendapatkan tiket express Bahari apalagi banyak calo yang bertebaran yang kemudian merusak harga yang harga seharusnya 84ribu rupiah bisa menjadi sekitar 100ribu rupiah. Itu juga susahnya kalau kita tidak memakai jasa agen, yang tujuan kita untuk bersantai ria menikmati liburan akan agak menguras waktu untuk mengurus masalah pencarian tiket, penginapan, nego kapal untuk hoping island dan lainnya. Karna kami memakai jasa agen, jadi perjalanan lebih santai tanpa memusingkan hal seperti itu. Hehe…

Perjalanan yang ditempuh menuju pulau Karimun menggunakan kapal express Bahari sekitar 2 jam, sangat jauh berbeda bila menggunakan kapal KM Muria (kapal ferry) yang menempuh waktu sekitar 6 jam dengan harga tiket 35ribu rupiah saja (sampe di Karimun bisa lumutan saking lamanya perjalanan)..

Kami tiba di dermaga karimun sekitar pukul 13.00, dijemput dan diantar menuju homestay. Sesampainya di homestay kami disambut pemilik rumah dengan ramah, makan siang juga sudah tersedia lengkap dengan minuman air kelapa pelepas dahaga.

Ternyata, tidak kami saja di homestay ini, ada rombongan bapak dan ibu dari Solo. Awalnya senyum-senyum saja, namun karena sepanjang waktu di Karimun kami bersama, jadinya kenalan satu sama lain.

Hari pertama kami di karimun, setelah makan siang kami asik bercengkrama, cerita terus berlanjut mungkin sudah menembus dunia antah berantah, mulai membersihkan badan dan istirahat.

Sekitar pkl. 17.00 kami bangun dan bergegas ke dermaga sebelum ketinggalan menikmati sunset di tepi dermaga Karimun. Dan beruntungnya, sunsetnya indah sekali. Kenarsisan mulai keluar, kamera sana sini mulai dikeluarkan dan berfoto mengabadikan sunset nan indah. Laut juga jadi sangat indah berkilat-kilat diterpa sinar matahari yang ingin kembali ke peraduannya.

sunset di dermaga Karimun
sunset di dermaga Karimun

Setelah makan malam, acara bebas sebebas kami bercerita yang ada saja yang bisa menjadi bahan tertawaan. Sampai sampai jam 23.00 kami masih ngakak di kamar, dan bapak pemilik rumah di ruang tamu kaget mendengar tertawaan kami yang tiba-tiba dan menguasai ruangan.. hehe, maap ya Pak, rumahnya jadi rame mulu sampe tengah malam.

Hari kedua kami di karimun, makan pagi 06.30, mulai siap-siap menuju dermaga dan menunggu guide mempersiapkan alat snorkel.

Sebelum naik kapal, jepreeett.. foto dulu..

Berdasarkan keadaan cuaca, guide membawa kami ke wilayah barat, katanya cuacanya lebih bagus. Dan kapal mulai meninggalkan dermaga. Sepanjang perjalanan kami menikmati alam indah yang terhampar luas, laut yang bersih dan pesisir yang cantik. Kelima gadis Bandung ini tak berhenti berfoto ria, bapak-bapak yang dari Solo hanya sebagian yang narsis, yang lainnya kebagian jadi tukang foto saja.. ehehehe

Pesisir karimun Jawa
Pesisir karimun Jawa

Kapal mulai berhenti dan guide mulai nyebur memastikan tempat yang bagus untuk snorkeling, dan tempat kami pertama snorkeling ini adalah pulau tengah. Dan tidak salah, sangat cantik alam bawah lautnya. Dan kami pun tidak lupa mengabadikan keindahan alam karimun itu.

snorkeling asik!
snorkeling asik!
usaha menggapai karang haha...
usaha menggapai karang haha…
indahnya bawah laut Karimun
indahnya bawah laut Karimun

Setelah asik snorkeling, kami merapat ke tepi pantai pulau Tengah dan menikmati suasana pantai dengan pasir putihnya yang bersih dan menawan sambil menunggu makan siang terhidang. Kali ini, kami menyantap ikan bakar khas Karimun. Cukup ramai juga yang makan siang di Pulau Tengah.

Pulau Tengah, Kepulauan Karimun
Pulau Tengah, Kepulauan Karimun
pantai yang jernih dengan pasir putihnya
pantai yang jernih dengan pasir putihnya

Selanjutnya kami berangkat ke Pulau Kecil untuk snorkeling kembali, dan tak kalah indahnya, kami sangat menikmati keindahan surga bawah laut itu.

Pulau Kecil, Kepulauan Karimun
Pulau Kecil, Kepulauan Karimun

Sebelum kembali ke homestay, kami mampir ke pulau Gosong, namun sayang, pulaunya terkena pasang sehingga air naik sampai sepaha. Nah, karena tak terlalu dalam dan bisa jalan saja maka ibu-ibu Solo berani turun dari kapal. Jadi mereka tidak ikut snorkeling, cuma berani turun di Pulau Gosong, hahaha.. rugi banget kaan..

pulau gosong yang sedang pasang
pulau gosong yang sedang pasang

Hari itu capek seharian snorkeling, dan yang sudah pasti adalah tubuh kami menjadi belang disengat sang mentari, haha..

Setelah mandi, malam itu kami menyempatkan ke toko souvenir yang tidak jauh dari homestay, bisa jalan kaki saja. Sebenarnya, souvenir disana tidak terlalu bagus dan sangat biasa, sehingga niat untuk membeli juga kurang, tidak ada yang istimewa, yang khas hanya karna tulisan karimun jawa nya saja, hehe..

yiipii... dapat bintang laut
yiipii… dapat bintang laut

Hari ketiga alias hari terakhir kami di karimun, pagi hari seperti hari sebelumnya kami bersiap kembali untuk melanjutkan snorkeling dan menuju penangkaran hiu. Cuaca di hari ketiga ini tidak terlalu terik seperti hari sebelumnya, lebih adem dan banyak awan putih yang melindungi kami dari sengatan matahari. Rombongan Bandung dan Solo semakin kompak, sepanjang perjalanan untuk snorkeling tembang lawas mulai berkumandang disela-sela angin sepoi dan debur ombak. Duet maut antara wong Solo dan wong Bandung seakan kembali ke era 90an bahkan 80an.. haaduuhh.. tua banget kan yaah.. haha

penangkaran hiu
penangkaran hiu

Kami tidak berani masuk berenang bersama hiu, karena di hari sebelumnya katanya ada yang cidera. Jadinya kami hanya melihat aktivitas hiu yang diberi makan. Hiu nya sangat banyak dan berbagai ukuran.

masih disekitar penangkaran hiu but its beautiful,right!
masih disekitar penangkaran hiu but its beautiful,right!

Setelah kembali ke homestay, packing dan makan siang, pkl. 13.00 kami berangkat ke dermaga, eits sebelum pamitan ke bapak ibu pemilik homestay, kami berfoto dulu sebagai kenang-kenangan.. hehehe..

Di dalam kapal, kami semua tertidur pulas dan tak terasa kami sudah berada kembali di dermaga Jepara. Berhubung agen sudah menjanjikan kami akan singgah di Kudus dan Semarang, so lets goo.. perjalanan berlanjut..

Masih di wilayah Jepara, kami singgah dulu makan durian Jepara di tepi jalan dan ini gratis traktiran si agen, yiiippii..

Singgah di Kudus membeli oleh-oleh Jenang Kudus dan di Semarang menyantap soto kerbau dan pindang ayam.. nyam nyam enak sekali rasanya..

Ketika melewati Brebes banyak penjual telor asin, jadi singgah dulu sambil nyari toilet, hmm biasa panggilan alam.. hehe

Kami tiba kembali di Bandung sekitar pkl.05.00 dan sayonara…

Terima kasih kawan atas kegilaan selama tiga hari dua malam bersama di Pulau karimun Jawa… hayoo kita nge trip lagiii… ^^