Categories
Travelling

Kisah Sebelum Membelai Carita

Bertepatan dengan menyambut bulan puasa tahun 2013 ini, saya bersama teman-teman yang senasib sepenanggungan menjadi perantau sejati (tidak pulang ke kampung halaman) memutuskan untuk meregangkan otot-otot saraf yang mengencang sepanjang minggu-minggu terakhir kesibukan kerja menjelang bulan puasa. Setelah perdebatan sengit, akhirnya kami memutuskan untuk menjelajah ke pesisir pantai di seputaran Banten.

Tentu sudah tidak menjadi kabar baru bagi para pemburu alam bahwa Banten menawarkan pantai-pantai yang masih bersih dan masih menjadi pilihan terbaik saat ini karena lokasinya yang cukup dekat dengan ibukota kita tercinta ini tempat dimana kami dan segerombol orang bermukim. Trus nanti ngapain aja disana??

Akhirnya, terpilihnya lima orang menjadi tim kecil yang mengurusi segala titik bengek persiapan sebelum meluncur ke TKP. Tim kecil ini sebut saja tim volunteer yang siap mengemban tugas dan merelakan waktu dan tenaga demi kesuksesan acara bermain ini. Kami mulai browsing mencari informasi selengkap-lengkapnya mengenai pantai Banten. Pantai mana yang akan kami tuju, berapa lama perjalanan, bagaimana dengan konsumsi, transportasi. Yeaahh.. bagaimana layaknya panitia, itulah yang sedang kami lakoni.

Kami ingin memberikan yang terbaik dan membuat acara yang murah meriah dan bahagia. Pertemuan tim pun kami adakan demi mematangkan rencana dan menimbang-nimbang alternatif terbaik seperti apa yang akan kami suguhkan kepada teman-teman tercinta ini.

Untuk transportasi tidak sulit mendapatkan bus yang sesuai dengan budget kami. Yeahh berhubung saat itu bulan puasa bagi umat muslim, mungkin tidak banyak orang yang berwisata ke pantai. Buktinya banyak bus yang kami telpon sangat bersedia untuk mengantarkan kami ke tempat wisata itu. Nah, tentu harga harus getol untuk menawarnya karena mereka kerap berkelit karena puasa maka tips untuk driver lebih mahal. Jurus negosiasi harga terpaksa dikeluarkan bila situasi tak mendukung seperti itu.

Dengan perhitungan detail akhirnya untuk konsumsi, kami memutuskan untuk memasak sendiri lauk pauk, tinggal nasi yang akan kami beli di sekitar Banten. Rano dan beberapa teman siap membantu untuk memasak bekal kami nanti. Tentu ini sangat meringankan biaya perjalanan. Kabarnya jalan menuju sekitaran pantai Banten sudah bagus, jadi perjalanan tidak akan terlalu lama seperti yang dulu-dulu yang katanya bisa sampai enam jam perjalanan. Namun kabar ini pun masih diragukan beberapa pihak teman yang akhirnya kami memutuskan mengutus beberapa untuk melakukan survey seminggu sebelumnya.

Tujuan kami survey selain untuk melihat jalanan dan berapa lama sebenarnya jarak tempuh Jakarta Banten saat ini, kami ingin menentukan pantai mana yang sesuai dengan keinginan kami dan cocok untuk tempat kami bermain nantinya. Selain itu, kami mencari dimana tempat untuk memesan nasi, yeah..cukup nasi saja.. hehee..

Dan entah kenapa, penentuan siapa yang akan berangkat survey saja ternyata sangat runyam sodara-sodara. Semua ingin ikut survey, ternyata kebanyakan tidak sabar untuk menyapa nyiur melambai di pesisir Banten itu. Setelah berebut siapa yang akan berangkat, ternyata pada kenyataannya yang akhirnya bisa berangkat hanya bertiga.. krik..krik.. telpon si ana si anu susah dihubungi, masih pada molor di kosan masing-masing. Alhasil kami berangkat saja tanpa ada satu orang pun diantara kami bertiga yang tahu jalan.. haha, sangat gambling tapi kami pasrah saja deh.

Petunjuk jalan menuju Banten ditambah berbekal hasil browsing dari internet, ternyata tidak susah untuk mencapai pantai. Jalanan ternyata sudah bagus dan mulus, walaupun masih ada beberapa sisi jalan yang mengalami perbaikan. Katanya sore hari masih diberlakukan sistem buka tutup. Kayak jalan ke puncak saja ya. Perjalanan kami mencapai Banten ternyata cukup sekitar tiga jam.

Banten, yeah kami sudah berada di daerah Banten, aroma pantai sudah tercium setelah melewati Krakatau steel. Setelah makan di pinggiran jalan, kami mulai memilih pantai mana yang akan kami masuki. Pantai pertama tentu pantai yang terdekat yang kami dapati. Namanya pantai pasir putih, kami masuk dan ternyata dipungut biaya 70 ribu rupiah karena bawa mobil. Agak tercekat mendengar harga yang harus dibayar, mahal bo..

Pantai ini sangat tidak terurus menurut penilaianku. Ada beberapa saung kecil dan tentu lengkap dengan penunggunya yang menawarkan tikar bertarif. Pantainya sangat luas namun agak kotor. Mungkin karena banyak pengunjung yang kurang menjaga kebersihan. Entah kenapa dibilang pantai pasir putih, yang terlihat pasirnya cenderung kehitaman. Kami Cuma sebentar disini, pantai ini tidak masuk kualifikasi kami.

Setelah menyusuri jalanan dipinggir pantai ternyata kebanyakan pantainya memang mereka namai pantai pasir putih. Agak membingungkan memang, tapi begitulah. Kami akhirnya berhenti di Karang Bolong. Kenapa karang bolong, ternyata pantai ini tidak begitu landai dan sebagian pantainya berkarang sehingga kurang cocok untuk berenang,tapi tidak berarti pantai ini tidak bisa digunakan untuk berenang. Di Banten, pantai mana sih yang sepi peminat? Hehe.. Sepanjang pantai yang kami lewati, semua penuh dengan hamparan manusia yang membanjiri laut. Selain itu ada batuan besar yang membentuk karang dan di tengahnya bolong dan memperlihatkan pantainya yang eksotik. Tepat di depan karang yang bolong itu berdiri satu saung yang agak tinggi, sehingga pengunjung juga bisa menikmati sentuhan angin laut yang lembut dari saung ini.

Pantai Karang Bolong

Dipikir-pikir, Karang Bolong lumayan asyik dan lebih bagus dari pantai sebelumnya. Namun kami masih belum puas, kami masih mau mencari, lagi pula masih ada waktu sebelum mentari semakin kesudut barat. Mobil melaju, kami masih bersemangat, yuhuu…

Beberapa gerbang menuju pantai yang entah apa namanya kami lewati, dan kami berhenti di pantai yang namanya jelas-jelas dibilang pantai pasir putih Carita. Banyak bus yang berbaris di parkiran. Hmm.. tampaknya peminat di pantai ini lebih banyak, kami mencari parkir yang nyaman diluar kawasan pantai. Kami masuk ke dalam jalan kaki, saya melongok ke tukang tiket, tapi tak ada orang. Orang-orang juga lalu lalang begitu bebasnya, maka dengan inisiatif tinggi kami masuk saja melewati palang yang melintang di depan kami.

Saya agak terkejut melihat begitu ramainya orang membanjiri pantai ini, ini jauh lebih ramai dari pantai-pantai yang kami lihat sebelumnya, bahkan melebihi kapasitas bus-bus yang berderet diparkiran itu. Ramai banget dan pantai ini sangat luas, aneka wahana seperti berenang dengan ban, banana boat juga ada beberapa disini. Ahaa.. ini sepertinya sesuai dengan kualifikasi kami. Kami mencari warung yang bisa menyediakan nasi untuk kami nantinya.

Pantai sebelum bulan puasa
Pantai sebelum bulan puasa

Setelah semuanya beres, sebelum beranjak pergi meninggalkan Banten, kami menikmati sore sambil menyantap makanan seafood yang lezat di tepi jalan. Sambil memandangi jalanan yang macet karena efek sistem buka tutup yang diberlakukan sore itu, jalanan benar-benar tak bergerak di satu sisinya. Sedangkan sisi lainnya lancar tanpa rintangan. Malam semakin temaram ketika kami tiba kembali di Jakarta dan saya sudah tak sabar menyentuh kasur setelah seharian berkeliaran hari ini.